MAKALAH
PENGGADAIAN SYARIAH
Dipresentasikan dalam Diskusi Kelas
Sebagai
Tugas Kelompok
Mata kuliah Bank Syariah dan Lembaga Keuangan
Syariah Non Bank
Dosen Pengampu :
Anas Malik.SE.I,ME.Sy
Oleh
Kelompok
1
Agung Syahrizal 14125216
Ahmad wahyu Novianto 14125236
Wella Ayu Diah
Safitri 14125656
Yoga cahya saputra 1412566
JURUSAN DAKWAH DAN KOMUNIKASI PENYIARAN
ISLAM
PRODI
KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM (KPI)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
JURAI SIWO METRO
2016
M/ 1437 H
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga terselesaikannya
makalah ini. Makalah ini disusun dengan tujuan guna memenuhi mata kuliah Bank Syariah dan lembaga keuangan
syariah non bank.
Penulis menyadari berhasilnya penulisan
makalah ini tidak lepas dari bantuan dan partisipasi banyak pihak, penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen, teman-teman dan semua pihak yang
telah membantu sehingga terselesaikannya makalah ini.
Banyak kekurangan ataupun kesalahan dalam
penyusunan atau penulisan makalah ini, saran dan kritik dari pembaca penulis
harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah ini.
Akhirnya, besar harapan penulis semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca dan dapat digunakan
sebagai wacana tambahan ilmu pengetahuan.
Metro, November 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................ ii
DAFTAR ISI........................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang........................................................................................ 1
B.
Rumusan
Masalah...................................................................................
2
C.
Tujuan
Penulisan.....................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian gadai ..................................................................................... 3
B.
Sejarah pegadaian syariah....................................................................... 4
C.
Pegadaian syariah ................................................................................... 7
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan............................................................................................. 18
B.
Saran....................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sampai
saat ini masih ada kesan dalam masyarakat, kalau seseorang pergi ke pegadaian
untuk menjamin sejumlah uang dengan cara menggadaikan barang, adalah aib dan
seolah kehidupan orang tersebut sudah sangat menderita. Karena itu banyak
diantara masyarakat yang malu menggunakan fasilitas pegadaian. Lain halnya jika
kita pergi ke sebuah Bank, di sana akan terlihat lebih prestisius, walaupun
dalam prosesnya memerlukan waktu yang relatif lebih lama dengan persyaratan
yang cukup rumit.
Bersamaan dengan berdirinya dan berkembangnya bank, BMT, dan
asuransi yang berdasarkan prinsip syariah di Indonesia, maka awal mula
terbentuknya pegadaian syariah atau rahn lebih dikenal sebagai produk yang
ditawarkan oleh Bank syariah, dimana Bank menawarkan kepada masyarakat dalam
bentuk penjaminan barang guna mendapatkan pembiayaan. Oleh karena itu,
dibentuklah lembaga keuangan yang mandiri yang berdasarkan prinsip syariah.
Pegadaiaan syariah sebagai lembaga keuangan alternatif dalam
memperoleh pembiayaan secara cepat dan mudah. Biasanya masyarakat yang
berhubungan dengan pegadaiaan adalah masyarakat golongan ekonomi menenggah
kebawah yang membutuhkan peembiayaan dalam jangka waktu relative pendek dengan
margin yang rendah. Oleh karena itu, barang pegadaian dari masyarakat ini memiliki
karakteristik barang sehari-hari yang nilainya relative rendah. Hal ini
lah yang menyebabkan rendahnya pendanaan yang mereka terima. “Mengatasi Masalah
Tanpa Masalah”, pernahkah anda mendengar kalimat itu? Kalimat tersebut adalah
motto dari pegadaian. Tentu anda sudah sering mendengar istilah pegadaian.
Namun yang sering kita jumpai ialah pegadaian konvensional yang masih bercampur
dengan unsur riba didalamnya. Tapi sekarang sudah ada pegadaian yang berasaskan
Islam yang berusaha menghilangkan unsur riba dalam operasionalnya yang disebut
dengan pegadaian syariah.
Mungkin masyarakat masih ingat dengan slogan pegadaian saat ini,
“Mengatasi Masalah Tanpa Masalah”. Jika nasabah meminjam uang tunai ke bank,
selain itu nasabah juga harus memiliki agunan, prosesnya juga bisa memakan
waktu berhari-hari, karena pengajuan kredit perlu dianalisa terlebih dahulu
oleh bagian kredit di bank tersebut. Tapi di Pegadaian simpel dan mudah
prosesnya, hanya meninggalkan barang pribadi dan menunjukkannya di loket penaksir.
Di loket penaksir tersebut barang akan dinilai oleh petugasnya. Dan petugasnya
akan memberi tahukan mengenai berapa nilai gadai dari barang tersebut. Nilai
gadai adalah nilai yang menggambarkan tentang berapa batas jumlah uang yang
bisa dipinjam dengan menggunakan barang yang bersangkutan. Dengan demikian kami
kelompok
A.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Gadai ?
2.
Bagaimana Sejarah
Pegadaian Syariah ?
3.
Apa penggadaian
ayariah ?
B.
Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui
perbedaan pengertian Gadai
2.
Untuk
Mengetahui Sejarah Pegadaian Syariah
3.
Untuk
Mengetahui penggadaian ayariah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Gadai
Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan al-rahn
berarti al-tsubut dan al-habs yaitu penetapan dan penahanan. Menurut istilah
syara’, yang dimaksud dengan rahn adalah akad yang objeknya menahan barang
terhadap sesuatu hak yang mungkin diperoleh bayaran dengan sempurna darinya.
Sedangkan menurut Sayyid Sabiq, rahn adalah menjadikan barang yang
mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai suatu jaminan hutang,
sehingga orang yang bersangkutan boleh mengambil sebagian barangnya itu. Adapun
pengertian rahn menurut Imam ibnu Qudamah dalam Kitab al-Mughni adalah sesuatu
benda yang dijadikan kepercayaan dari suatu hutang untuk dipenuhi dari
harganya, apabila yang berhutang tidak sanggup membayarnya dari orang yang
berpiutang.
Menurut UU Perdata pasal 1150, gadai adalah suatu hak yang
diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak, yang
diserahkan kepadanya oleh seorang yang berhutang atau oleh seorang lain atas
dirinya, dan yang memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang itu untuk
mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang
berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya yang telah dikeluarkan, untuk
menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, dan biaya-biaya yang mana harus
didahulukan[1].
B.
Sejarah
Pegadaian Syariah
Sejarah
Pegadaian dimulai pada saat Pemerintah Penjajahan Belanda (VOC) mendirikan BANK
VAN LEENING yaitu lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai,
lembaga ini pertama kali didirikan di Batavia pada tanggal 20 agustus 1746.
Ketika Inggris mengambil alih kekuasaan Indonesia dari tangan Belanda
(1811-1816) Bank Van Leening milik pemerintah dibubarkan, dan masyarakat diberi
keleluasaan untuk mendirikan usaha pegadaian asal mendapat lisensi dari
Pemerintah Daerah setempat (liecentie stelsel).Namun metode tersebut berdampak
buruk, pemegang lisensi menjalankan praktek rentenir atau lintah darat yang
dirasakan kurang menguntungkan pemerintah berkuasa (Inggris). Oleh karena itu,
metode liecentie stelsel diganti menjadi pacth stelsel yaitu pendirian
pegadaian diberikan kepada umum yang mampu membayarkan pajak yang tinggi kepada
pemerintah.
Pada saat
Belanda berkuasa kembali, pola atau metode pacth stelsel tetap dipertahankan
dan menimbulkan dampak yang sama dimana pemegang hak ternyata banyak melakukan
penyelewengan dalam menjalankan bisnisnya. Selanjutnya pemerintah Hindia
Belanda menerapkan apa yang disebut dengan ‘cultuur stelsel’ dimana dalam
kajian tentang pegadaian, saran yang dikemukakan adalah sebaiknya kegiatan
pegadaian ditangani sendiri oleh pemerintah agar dapat memberikan perlindungan
dan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Staatsblad (Stbl) No. 131
tanggal 12 Maret 1901 yang mengatur bahwa usaha Pegadaian merupakan monopoli
Pemerintah dan tanggal 1 April 1901 didirikan Pegadaian Negara pertama di
Sukabumi (Jawa Barat), selanjutnya setiap tanggal 1 April diperingati sebagai
hari ulang tahun Pegadaian.
Pada masa
pendudukan Jepang, gedung Kantor Pusat Jawatan Pegadaian yang terletak di Jalan
Kramat Raya 162 dijadikan tempat tawanan perang dan Kantor Pusat Jawatan
Pegadaian dipindahkan ke Jalan Kramat Raya 132. Tidak banyak perubahan yang
terjadi pada masa pemerintahan Jepang, baik dari sisi kebijakan maupun Struktur
Organisasi Jawatan Pegadaian. Jawatan Pegadaian dalam Bahasa Jepang disebut ‘Sitji
Eigeikyuku’, Pimpinan Jawatan Pegadaian dipegang oleh orang Jepang yang bernama
Ohno-San dengan wakilnya orang pribumi yang bernama M. Saubari.
Pada masa awal
pemerintahan Republik Indonesia, Kantor Jawatan Pegadaian sempat pindah ke
Karang Anyar (Kebumen) karena situasi perang yang kian terus memanas. Agresi
militer Belanda yang kedua memaksa Kantor Jawatan Pegadaian dipindah lagi ke
Magelang. Selanjutnya, pasca perang kemerdekaan Kantor Jawatan Pegadaian
kembali lagi ke Jakarta dan Pegadaian kembali dikelola oleh Pemerintah Republik
Indonesia. Dalam masa ini Pegadaian sudah beberapa kali berubah status, yaitu
sebagai Perusahaan Negara (PN) sejak 1 Januari 1961, kemudian berdasarkan
PP.No.7/1969 menjadi Perusahaan Jawatan (PERJAN), selanjutnya berdasarkan
PP.No.10/1990 (yang diperbaharui dengan PP.No.103/2000) berubah lagi menjadi
Perusahaan Umum (PERUM) hingga sekarang.
Kini usia
Pegadaian telah lebih dari seratus tahun, manfaat semakin dirasakan oleh
masyarakat, meskipun perusahaan membawa misi public service obligation,
ternyata perusahaan masih mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam
bentuk pajak dan bagi keuntungan kepada Pemerintah, disaat mayoritas lembaga
keuangan lainnya berada dalam situasi yang tidak menguntungkan[2].
1.
Lahirnya
Pegadaian Syariah
Terbitnya PP/10
tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan
Pegadaian, satu hal yang perlu dicermati bahwa PP10 menegaskan misi yang harus
diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah
hingga terbitnya PP103/2000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha
Perum Pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa
operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 tentang Bunga
Bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun harus diakui belakangan bahwa
terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Allah SWT dan
setelah melalui kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit
Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang
menangani kegiatan usaha syariah.
Konsep operasi
Pegadaian syariah mengacu pada sistem administrasi modern yaitu azas
rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam.
Fungsi operasi Pegadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor
Cabang Pegadaian Syariah/ Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit
organisasi di bawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS ini
merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari
usaha gadai konvensional. Pegadaian Syariah pertama kali berdiri di Jakarta
dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah ( ULGS) Cabang Dewi Sartika di bulan
Januari tahun 2003. Menyusul kemudian pendirian ULGS di Surabaya, Makasar,
Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta di tahun yang sama hingga September 2003.
Masih di tahun yang sama pula, 4 Kantor Cabang Pegadaian di Aceh dikonversi
menjadi Pegadaian Syariah.
2.
Dasar Hukum
gadai
a.
Boleh tidaknya
transaksi gadai menurut Islam diatur dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijtihad[3].
*
bÎ)ur
óOçFZä.
4n?tã
9xÿy
öNs9ur
(#rßÉfs?
$Y6Ï?%x.
Ö`»ydÌsù
×p|Êqç7ø)¨B
(
÷bÎ*sù
z`ÏBr&
Nä3àÒ÷èt/
$VÒ÷èt/
Ïjxsãù=sù
Ï%©!$#
z`ÏJè?øt$#
¼çmtFuZ»tBr&
È,Guø9ur
©!$#
¼çm/u
3
wur
(#qßJçGõ3s?
noy»yg¤±9$#
4
`tBur
$ygôJçGò6t
ÿ¼çm¯RÎ*sù
ÖNÏO#uä
¼çmç6ù=s%
3
ª!$#ur
$yJÎ/
tbqè=yJ÷ès?
ÒOÎ=tæ
ÇËÑÌÈ
jika kamu dalam perjalanan (dan
bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis,
Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[180] (oleh yang berpiutang).
akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan
persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah
orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
b.
As-Sunnah.
Rasulullah SAW pernah menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi untuk ditukar dengan gandum. Lalu orang Yahudi berkakata: “Sungguh Muhammad ingin membawa lari hartaku”. Rasulullah kemudian menjawab: “Bohong! Sesungguhnya aku orang yang jujur di atas bumi ini dan di langit. Jika kamu berikan amanat kepadaku pasti aku tunaikan. Pergilah kalian dengan baju besiku menemuinya”.[4]
Rasulullah SAW pernah menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi untuk ditukar dengan gandum. Lalu orang Yahudi berkakata: “Sungguh Muhammad ingin membawa lari hartaku”. Rasulullah kemudian menjawab: “Bohong! Sesungguhnya aku orang yang jujur di atas bumi ini dan di langit. Jika kamu berikan amanat kepadaku pasti aku tunaikan. Pergilah kalian dengan baju besiku menemuinya”.[4]
c.
Ijtihad.
Berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadist di atas menunjukkan bahwa transaksi atau perjanjian gadai dibenarkan dalam Islam bahkan Nabi Muhammad SAW pernah melakukannya. Namun demikian, perlu dilakukan pengkajian lebih dalam dengan melakukan riset tersebut.
Berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadist di atas menunjukkan bahwa transaksi atau perjanjian gadai dibenarkan dalam Islam bahkan Nabi Muhammad SAW pernah melakukannya. Namun demikian, perlu dilakukan pengkajian lebih dalam dengan melakukan riset tersebut.
C.
Pengadaian
syariah
1.
Pengertian
Gadai Menurut Umum (Konvensional)
Pengadaian
adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu
barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang
mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang.
Seseorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang
berpiutang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk
melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo.
Perusahaan Umum
pengadaian adalah suatu badan usaha di indonesia yang secara resmi mempunyai
izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam
bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai.
2.
Pengertian
Gadai Menurut Syariat Islam
Gadai dalam
perspektif islam disebut dengan istilah rahn, yaitu suatu perjanjian untuk
menahan sesuatu barang sebagai jaminan atau tanggungan utang. Kata rahn’’ yaitu
suatu perjanjian untuk menahan sesutu barang sebagai jaminan atau tanggungan
utang.
Kata
rahn’’secara etimologi berarti “tetap”berlangsung’’dan menahan’’maka dari segi
bahasa rahn bisa diartiakan sebagai menahan sesuatu dengan tetap. Ar-Rahn
adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman
yang diterimanya. Rahn merupakan suatu akad utang piutang dengan menjadikan
barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’sebagai jaminan,
hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil utang.
Sejarah Pengadain Syariah
Terbitnya PP
Nomor 10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan
pengadaian,satu hal yang perlu dicermati bahwa PP Nomor 10 menegaskan misi yang
harus diemban oleh pengadaian untuk mencegah praktik riba. Banyak pihak
berpendapat bahwa operasionalisasi Pengadaian Pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember
2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syari’ah meskipun harus
diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu.
Berkat Rahmat Alloh SWT dan setelah melalui kajian panjang akhirnya disusunlah
suatu konsep pendirian unit layanan Gadai Syariah sebagai langakah awal
pembentukan divisi khusus yang menagani kegiatan usaha syariah.
Konsep operasi Pengadaian Syariah mengacu pada sistem aadministrasi
modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas,yang diselaraskan
dengan nilai islam.
Fungsi operasi pengadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh
kantor-kantor Cabang Pengadain Syariah Unit layanan Gadai Syariah itu (ULGS)
sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha lain Perum
Pengadaian.
ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara stuktural
terpisah pengelolaanya dari usaha gadai konvensinal.
Pengadaian Syariah pertama kali berdiri di jakarta dengan nama Unit
Layanan Gadai Syariah (ULGS) kemudian berkembang dikota-kota besar seperti,
semarang, surabaya.
Landasan Hukum
Landasan konsep pengadaian syariah juga mengacu kepada syariah
islam yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadist, adapun dasar hukum yang
dipakai adalah: (Q S Al Baqarah Ayat 283). Jika kamu dalam perjalanan (dan
bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis,
maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang(oleh yang berpiutang). Akan
tetapi jika sebagaian kamu mempercayai sebagaian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Alloh SWT dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan
barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang
berdosa hatinya, dan Alloh maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Landasan hukum berikutnya, dari Anas ra bahwasanya ia berjalan
menuju Nabi Saw dengan roti dari gandum dan sungguh Rasululloh Saw telah
menaguhkan baju besi kepada seorang Yahudi di Madinah ketika beliau
mengutangkan gandum dari seorang Yahudi.”(HR. Anas ra ).
Landasan hukum berikutnya adalah ijma’ ulama atas hukum
mubah(boleh) perjanjian gadai.
Adapn mengenai prisip Rahn (gadai) telah memiliki fatwa dari dewan
syariah Nasional Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan Rukun dan fatwa
Dewan Syariah Nasional Nomor 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan Rukun dan
Syarat Transaksi Gadai.
Secara umum syarat sah rukun menjalankan transaksi gadai adalh
sebagai berikut:
a.
Rukun Gadai
a)
Ada ijab dan
Qobul(shighat)
b)
Terdapat orang
yang berakad yang mengadaikan (Rahn) dan yang menerima gadai (murtahin)
c)
Ada jaminan
(marhun) berupa barang/harta
d)
Utang (marhun
bih)
b.
Syarat Sah
Gadai
a)
Shigat
b)
Orang yang berakal
c)
Barang yan
dijadikan pinjaman
d)
Utang (marhun
bih)
3.
Hak dan
Kewajiban Pihak yang Berakad
a.
Penerima Gadai
(MUrtahin)
Hak Penerima Gadai
a)
Apabila rahin
tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo, murtahin berhak untuk
menjual marhun
b)
Untuk menjaga
keselamatan marhun, pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang
dikeluarkan
c)
Pemegang gadai
berhak menahan barang gadai dari rahin, selama pinjaman belum dilunasin
Kewajiban Penerima Gadai
a)
Apabila terjadi
sesuatu (hilang ataupun carat) terhadap marhun akibat dari kelalaian, maka
marhun harus bertanggung jawab
b)
Tidak boleh
menggunakan marhun untuk kepentingan pribadi
c)
Sebelum
diadakan pelelengan marhun, harus ada pumberitahuan kepada rahin
b.
Pemberi Gadai
(Rabin)
Hak Pemberi
Gadai
a)
Setelah pelunasan
pinjaman, rahin berhak atas barang gadai yang diserahkan kepada murtahin
b)
Apabila terjadi
kerusakan atau hilangnya barang gadai akibat kelalaian murtahin, rahin menuntut
ganti rugi atas marhu
c)
Setelah
dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya, rahin berhak menerima sisa
hasil penjualan marhun
d)
Apabila
diketahui terdapat penyalahgunaan marhun oleh murtahin, maka rahin berhak untuk
meminta marhunnya kembali
Kewajiban
Pemberi Gadai
a)
Melunasi
pinjaman yang telah diterima serta biaya-biaya yang ada dalam kurun waktu yang
telah ditentukan
b)
apabila dalam
jangka waktu yang telah ditentukan rahin tidak dapat melunasi pinjamannya, maka
harus merelakan penjualan atas marhun pemiliknya
c.
Akad Perjanjian
Transaksi Gadai
a)
Qard Al-Hasan
Akad ini
digunakan nasabah untuk tujuan konsumtif, oleh karma itu nasabah (rahin) akan
dikenakan biaya perawatan dan penjagaan barang gadai (marhun) kepada pegadaian
(murtahin) Ketentuannya, Barang gadai hanya dapat dimanfaatkan dengan jalan
menjual, seperti emas, barang elektronik, dan lain sebagainya, Karena bersifat
sosial, maka tidak ada pembagian hasil. Pegadaian hanya diperkenakan untuk
diperkenalkan biaya administrasi kepada rahin
b)
Mudharabah
Akad yang diberikan bagi nasabah yang ingin memperbesar modal
usahanya atau untuk pembiayaan lain yang bersifat produktif, Ketentuannya, Barang
gadai dapat berupa barang barang bergerak maupun barang tidak bergerak seperti
: emas, elektronoik, kendaraan bermotor, tanah, rumah, dan lan-lain. Keuntungan
dibagi setelah dikurangi dengan biaya pengelolaan marhun
c)
Ba’I Muqayyadah
Akad ini
diberikan kepada nasabah untuk keperluan yang bersifat produktif. seperti
pembelian alat kantor. modal kerja. Dalam hal ini murtahin juga dapat
menggunakan akad jual beli untuk barang atau modal kerja yang diingginkan oleh
rahin. Barang gadai adalah barang yang dimanfaatkan oleh rahin atau pun
murtahin.
d)
Ijarah
Objek dari akad
ini pertukaran manfaat tertentu. Bentuknya adalah murtahin menyewakan tempat
penyimpanan barang.
Pemanfaatan
Barang rahan
Mayoritas ulama
membolehkan pegadaian memanfaatkan barang yang digadaikannya selama mendapat
izin dari murtahin selain itu pengadai harus menjamin barang tersebut selamat
dan utuh. Dari Abu Hurairah r.a bahsawanya Rasulullah saw berkata: "barang
yang digadaikan itu tidak boleh ditutup dari pemilik yang menggadaikannya.
Baginya adalah keuntungan dan tanggungjawabnyalah bila ada kerugian atau
biaya" (HR Syafi'I dan Daruqutni). Mayoritas ulama, selain mazhab hanbali,
berpendapat bahwa murtahin (penerima gadai) tidak boleh mempergunakan barang
rahan. Berakhirnya Akad Rahan
1)
Barang telah
diserahkan kembali pada pemiliknya
2)
Rabin membayar
hutangnya
3)
Pembebasan
hutang dengan cara apapun, meskipun dengan pemindahan oleh murtahin
4)
Pembatalan oleh
murtahin meskipun tidak ada persetujuan dari pihak rahin
5)
Rusaknya barang
rahin bukan oleh tindakan atau pengguna murtahin
6)
memanfaatkan
barang rahn dengan barang penyewaan, hibah atau shadaqah baik dari pihak rahin
maupun murtahin
d.
Mekanisme
Operasional dan Perhitungan Pegadaian Syari'ah
Dengan memahami
konsep lembaga gadai syariah maka sebenarnya lembaga gadai syariah untuk
hubungan antar pribadi sudah operasional. Setiap orang bisa melakukan
perjanjian hutang piutang dengan gadai secara syariah. Pada dasarnya konsep
hutang piutang secara syariah dilakukan dalam bentuk al-qardhul hassan, dimana
pada bentuk ini tujuan utamanya adalah memenuhi kewajiban moral sebagai jaminan
sosial.
a)
.Jenis barang
yang digadaikan
1)
Perhiasan,
elektronik.
2)
Alat-alat rumah
tangga
3)
Kendaraan
b)
Biaya-biaya
Biaya
administrasi pinjaman
Untuk transaksi pinjaman ditetapkan sebesar Rp 50,- untuk setiap
kelipatan pinjaman Rp 5.000,- biaya ini hanya dikenakan 1 kali diawal akad
Jasa simpanan
Besarnya tarif ditentukan oleh, Nilai taksiran barang, Jangka waktu
ditetapkan 90 hari, Perhitungan simpanan setiap kelipatan 5 hari. Berlaku
pembulatan ke atas (1-4 hari dengan 5 hari)
Ketentuan
Barang
Perhiasan sebesar Rp 90,- per 10 hari. Total biaya dilakukan
pembulatan Rp 100 terdekat (0-50 dianggap 0; > 51- 100 dibulatkan Rp 100,-)
Barang elektronok alat rumah tangga biayanya sebesar Rp 95,- per 10
hari
Kendaraan
bermotor biayanya sebesar Rp 100,- Per 10 hari
c)
Sistem cicilan
atau perpanjangan
Nasabah (rahin)
dapat melakukan cicilan dengan jangka waktu 4 bulan. Jika belum dapat melunasi
dalam waktu tersebut, maka rahin dapat mengajukan permohonan serta
menyelesaikan biayanya. Lamanya waktu perpanjangan adalah kurang lebili 4
bulan. Jika nasabah masih belum dapat mengembalikan pinjamanya, maka marhun
tidak dapat diambil.
d)
Ketentuan
pelunasan pinjaman dan pengambilan barang gadai
Gol Besarnya Taksiran Nilai Taksiran Biaya Administrasi Tarif jasa
simpanan kelipatan
A
100,000-500,000 500,000 5000 45 10
B 510,00-
1,000,000 >500 ribu- I juta 6000 225 50
C
1.050.000-5.000.000 > 1 juta-5 juta 7,500 450 100
D
5.050.000-10.000.000 >5juta- 10 juta 10.000 2250 500
E 10.050.000
> 10 juta 15.000 4500 1000
e)
Proses
pelelangan barang gadai
Pelelangan baru dapat dilakukan jika nasabah (rahin) tidak dapat
mengembalikan pinjamannya. Teknis harus ada pemberitahuan 5 hari sebelum
tanggal penjualan, Ketentuannya,
1)
untuk marhun
berupa emas ditetapkan margin sebesar 2 % untuk penbeli
2)
pihak pegadaian
melakukan pelelangan terbatas
3)
biaya penjualan
sebesar 1 % dari basil penjualan, biaya pinjaman 4 bulan, sisanya dikembalikan
ke nasabah
4)
sisa kelebihan
yang tidak diambil selama 1 tahun akan diserahkan ke baitul maal
f)
Jasa dan Produk
Pegadaian Syariah
Layanan jasa serta produk yang dikeluarkan oleh pegadaian syariah
sebgai berikut:
1)
pemberian
pinjaman atau pembiayaan atas dasar hukum gadai Syaratnya harus terdapat
jaminan berupa barang bergerak seperti emas, elektronik, dll. Besarnya
pemberian pinjaman ditentukan oleh pegadaian, besarnya akan sangat tergantung
oleh nilai dan jumlah barang yang digadaikan.
2)
Penaksiran
nilai barang Jasa ini diberikan bagi mereka yang mengiginkan informasi tentang
taksiran barang yang berupa emas, perak dan berlian. Biaya yang dikenakan
adalah ongkos penaksiran barang.
3)
Penitpan barang
(ijarah)
Barang
yang dapat dititipkan antara lain: sertifikat motor, tanah. ijazah. Pegadaian
akan mengenakan biaya penitipan bagi nasabahnya.
4)
Gold counter
Merupakan fasilitas penjualan emas yang memiliki sertitikat jaminan
sebagai bukti kualitas dan keasliannya.
Dalarn praktiknya nasabah melakukan transaksi gadai Syariah dengan
konsep ijarah (akad sewa tempat). Sedangkan dengan pemberian dana diantaranya
Bank Muamalat, dan bank Mandiri Syariah menggunakan prinsip mudharabah dan
Musyarakah. Kemudian murtahin (penerima gadai) akan menarikan Surat bukti Rahn
(gadai) berikut dengan akad pinjam meminjam yang disebut akad gadai syari'ah
dan ijarah. Ijarah adalah kesepakatan antara penerima gadai dan pemberi gadai
untuk menyewa tempat sebagai lokasi penyimpanan barang gadai.
g)
Perbedaan
Teknis Antara Pegadaian Syariah dengan pegadaian Konvensional
No Pegadaian
Syariah Pegadaian Konvensional
1)
Biaya
administrasi berdasarkan barang Biaya administrasi berupa prosentase yang
didasarkan pada golongan barang
2)
Jasa simpanan berdasarkan
simpanan Sewa modal berdasarkan uang pinjaman
3)
1 hari dihitung
5 hari 1 hari dihitung 15 hari
4)
Bila pinjaman
tidak dilunasi, barang jaminan akan dijual kepada masyarak Bila pinjaman tidak
dilunasi, barang jaminan dilelang kepada masyarakat
5)
Uang pinjaman
90 % dari taksiran Uang pinjaman untuk golongan A 92 % sedangkan untuk golongan
BCD 88-86%
6)
Jasa simpanan
dihitung dengan konstanta X taksiran Sewa modal dihitung dengan prosentase X
uang pinjaman
7)
Maksimal jangka
waktu 3 bulan Maksimal jangka waktu 4 bulan
8)
Kelebihan uang
hasil dari penjualan barang tidak diambil oleh nasabah, diserahkan kepada
lembaga ZIS Kelebihan uang hasil lelang tidak diambil oleh nasabah, tetapi
menjadi milik pegadaian.
Prospek Pegadaian Syariah
Prospek suatu perusahaan secara relatif dapat dilihat dari suatu
analisa yang disebut SWOT atau dengan meneliti kekuatan (Strength),
kelemahannya (Weakness), peluangnya (Opportunity), dan ancamannya (Threat) Dukungan
umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk. perusahaan gadai syariah telah
lama menjadi dambaan umat Islam di Indonesia, bahkan sejak masa Kebangkitan
Nasional yang pertama. Hal ini menunjukkan besarnya harapan dan dukungan umat
Islam terhadap adanya pegadaian Syariah. Dan dukungan dari lembaga keuangan
Islam di seluruh dunia. Adanya pegadaian syariah yang sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah Islam adalah sangat penting untuk menghindarkan umat
Islam dari kemungkinan terjerumus kepada yang haram. Oleh karena itu pada
konferensi ke 2 Menteri-menteri Luar Negeri negara muslim di seluruh dunia
bulan Desember 1970 di Karachi, Pakistan telah sepakat untuk pada tahap pertama
mendirikan Islamic Development Bank (IDB) yang dioperasikan sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah Islam.
IDB kemudian secara resmi didirikan pada bulan Agustus 1974 dimana
Indonesia menjadi salah satu negara anggota pendiri. IDB pada Articles of
Agreement-nya pasal 2 ayat XI akan membantu berdirinya bank dan lembaga
keuangan yang akan beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam di
negara-negara anggotanya. Dari analisa SWOT tersebut diatas dapat disimpulkan
bahwa pegadaian syariah rnempunyai prospek yang cukup cerah, baik itu adalah
Perum Pegadaian yang telah mengoperasikan sistem syariah maupun pegadaian
syariah yang baru. Prospek ini akan lebih cerah lagi apabila kelemahan
(weakness) sistem mudharabah dapat dikurangi dan ancaman (threat) dapat
diatasi.
Perkembangan dan PertUmbuhan Pegadaian Syariah di Indonesia, Berdirinya
pegadaian syariah, berawal pada tahun 1998 ketika beberapa General Manager niclakukan
studi banding ke Malaysia. Setelah melakukan studi banding, mulai dilakukan
penggodokan rencana pendirian pegadaian syariah. Tapi ketika itu ada sedikit
masalah internal sehingga hasil studi banding itu pun hanya ditumpuk. Pada
tahun 2000 konsep bank syariah mulai marak. Saat itu, Bank Muamalat Indonesia
(BMI) menawarkan kerjasama dan membantu segi pembiayaan dan pengembangan. Tahun
2002 mulai diterapkan sistem pegadaiaan syariah dan pada tahun 2003 pegadaian
syariah resmi dioperasikan dan pegadaian cabang Dewi Sartika menjadi kantor
cabang pegadaian pertama yang menerapkan sistem pegadaian syariah.
Prospek pegadaian syariah di masa depan sangat luar biasa. Respon
masyarakat terhadap pegadaian syariah ternyata jauh lebih baik dari yang
diperkirakan. Menurut survei BMI, dari target operasional tahun 2003 sebesar
1.55 milyar rupiah pegadaian syariah cabang Dewi Sartika mampu mencapai target
5 milyar rupiah. Pegadaian syariah tidak menekankan pada pemberian bunga dari
barang yang digadaikan. Meski tanpa bunga, pegadaian syariah tetap memperoleh
keuntungan seperti yang sudah diatur oleh Dewan Syariah Nasional, yaitu
memberlakukan biaya pemeliharaan dari barang yang digadaikan. Biaya itu
dihitung dari nilai barang, bukan dari jumlah pinjaman. Sedangkan pada
pegadaian konvensional, biaya yang harus dibayar sejumlah dari yang
dipinjamkan. Program Syariah Perum Pegadaian mendapat sambutan positif dari
masyarakat. Dari target omzet tahun 2006 sebesar Rp 323 miliar, hingga
September 2006 ini sudah tercapai Rp 420 miliar dan pada akhir tahun 2006 ini
diprediksi omzet bisa mencapai Rp 450 miliar. Bahkan Perum Pegadaian Pusat
menurut rencana akan menerbitkan produk baru, gadai saham di Bursa Efek Jakarta
(BEJ), paling lambat Maret 2007. Manajemen Pegadaian melihat adanya prospek
pasar yang cukup bagus saat ini untuk gadai saham.
Bisnis pegadaian syariah tahun 2007 ini cukup cerah, karena minta
masyarakat yang memanfaatkan jasa pegadaian ini cukup besar. Itu terbukti
penyaluran kredit tahun 2006 melampaui target. Pegadaian cabang Majapahit
Semarang misalnya, tahun 2006 mencapai 18.2 miliar. Lebih besar dari target
yang ditetapkan sebanyak 11.5 miliar. Jumlah nasabah yang dihimpun sekitar 6
ribu orang dan barang jaminannya sebanyak 16.855 potong. Penyaluran kredit
pegadaian syariah Semarang ini berdiri tahun 2003. setiap tahunnya meningkat
cukup signifikan dari Rp 525 juta tahun 2004 meningkat menjadi Rp 5,1 miliar
dan tahun 2006 mencapai Rp 18,4 miliar.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh oleh orang yang berpiutang
atas suatu benda bergerak yang diberikan oleh orang yang berpiutang sebagai
suatu jaminan dan barang tersebut bisa dijual jika orang yang berpiutang tidak
mampu melunasi utangnya pada saat jatuh tempo.
B. SARAN
Dalam penggadaian syariah sudah di
paprkan sebagian mestinya harapaya masyarakat mampu berfikir setelah mengetahui
landasan yang telah tertera di makalah kami, dalam hal ini penggadaian di
lakukan ketika sangat – sangat butuh dan sangat mendesak agar pada dasarnya
penggadaian seagai salah satu alternatif dalm sebuah kebutuhan, pilihlah
penggadaian yang syariah yang pada dasarnya sesuai dengan ketentuan - ketentuan syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Hosen M Nadratuzzaman dan Ali Hasan, 2008, Khutbah Juma'at
Ekonomi Syari'ah, PIKES Pasat Komunikusi Ekonomi Syari'ah, Jakarta:
indonesia
Muhammad Syafi`i Antonio, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, jakarta: Gema Insani Press
Hasan M. Ali, ekonomi syariah, 2000, Pegadaian syariah, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada
[1] Muhammad Syafi`i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik,(jakarta:
Gema Insani Press, 2001), h.56-57
[2] Hasan M. Ali, ekonomi syariah : Pegadaian syariah,
(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000),
h.43-45
[3] Al-baqarah
ayat 283
[4] HR.
Bukahri
Mntap gan😁
BalasHapus