Selasa, 06 Desember 2016

UTS MAKALAH PENGGADAIAN SYARIAH

MAKALAH

 PENGGADAIAN SYARIAH
Dipresentasikan dalam Diskusi Kelas
Sebagai Tugas Kelompok
Mata kuliah Bank Syariah dan Lembaga Keuangan Syariah Non Bank
Dosen Pengampu :
Anas Malik.SE.I,ME.Sy


Oleh
Kelompok 1
Agung Syahrizal 14125216
Ahmad wahyu Novianto 14125236
Wella Ayu Diah Safitri  14125656
Yoga cahya saputra 1412566


JURUSAN DAKWAH DAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
PRODI KOMUNIKASI  PENYIARAN ISLAM (KPI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
2016 M/ 1437 H


KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga terselesaikannya makalah ini. Makalah ini disusun dengan tujuan guna memenuhi  mata kuliah Bank Syariah dan lembaga keuangan syariah non bank.
Penulis menyadari berhasilnya penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan partisipasi banyak pihak, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen, teman-teman dan semua pihak yang telah membantu sehingga terselesaikannya makalah ini.
Banyak kekurangan ataupun kesalahan dalam penyusunan atau penulisan makalah ini, saran dan kritik dari pembaca penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah ini.
Akhirnya, besar harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca dan dapat digunakan sebagai wacana tambahan ilmu pengetahuan.

Metro,  November  2016

                                                                                     Penulis









DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................       i
KATA PENGANTAR............................................................................      ii
DAFTAR ISI...........................................................................................     iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang........................................................................................     1
B.     Rumusan Masalah...................................................................................     2
C.     Tujuan Penulisan.....................................................................................     2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian gadai .....................................................................................      3
B.     Sejarah pegadaian syariah.......................................................................      4
C.     Pegadaian syariah ...................................................................................      7
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan.............................................................................................    18
B.     Saran.......................................................................................................    18
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
          Sampai saat ini masih ada kesan dalam masyarakat, kalau seseorang pergi ke pegadaian untuk menjamin sejumlah uang dengan cara menggadaikan barang, adalah aib dan seolah kehidupan orang tersebut sudah sangat menderita. Karena itu banyak diantara masyarakat yang malu menggunakan fasilitas pegadaian. Lain halnya jika kita pergi ke sebuah Bank, di sana akan terlihat lebih prestisius, walaupun dalam prosesnya memerlukan waktu yang relatif lebih lama dengan persyaratan yang cukup rumit.
Bersamaan dengan berdirinya dan berkembangnya bank, BMT, dan asuransi yang berdasarkan prinsip syariah di Indonesia, maka awal mula terbentuknya pegadaian syariah atau rahn lebih dikenal sebagai produk yang ditawarkan oleh Bank syariah, dimana Bank menawarkan kepada masyarakat dalam bentuk penjaminan barang guna mendapatkan pembiayaan. Oleh karena itu, dibentuklah lembaga keuangan yang mandiri yang berdasarkan prinsip syariah.
Pegadaiaan syariah sebagai  lembaga keuangan alternatif dalam memperoleh pembiayaan secara cepat dan mudah. Biasanya masyarakat yang berhubungan dengan pegadaiaan adalah masyarakat golongan ekonomi menenggah kebawah yang membutuhkan peembiayaan dalam jangka waktu relative pendek dengan margin yang rendah. Oleh karena itu, barang pegadaian dari masyarakat ini memiliki karakteristik  barang sehari-hari yang nilainya relative rendah. Hal ini lah yang menyebabkan rendahnya pendanaan yang mereka terima. “Mengatasi Masalah Tanpa Masalah”, pernahkah anda mendengar kalimat itu? Kalimat tersebut adalah motto dari pegadaian. Tentu anda sudah sering mendengar istilah pegadaian. Namun yang sering kita jumpai ialah pegadaian konvensional yang masih bercampur dengan unsur riba didalamnya. Tapi sekarang sudah ada pegadaian yang berasaskan Islam yang berusaha menghilangkan unsur riba dalam operasionalnya yang disebut dengan pegadaian syariah.

Mungkin masyarakat masih ingat dengan slogan pegadaian saat ini, “Mengatasi Masalah Tanpa Masalah”. Jika nasabah meminjam uang tunai ke bank, selain itu nasabah juga harus memiliki agunan, prosesnya juga bisa memakan waktu berhari-hari, karena pengajuan kredit perlu dianalisa terlebih dahulu oleh bagian kredit di bank tersebut. Tapi di Pegadaian simpel dan mudah prosesnya, hanya meninggalkan barang pribadi dan menunjukkannya di loket penaksir.
            Di loket penaksir tersebut barang akan dinilai oleh petugasnya. Dan petugasnya akan memberi tahukan mengenai berapa nilai gadai dari barang tersebut. Nilai gadai adalah nilai yang menggambarkan tentang berapa batas jumlah uang yang bisa dipinjam dengan menggunakan barang yang bersangkutan. Dengan demikian kami kelompok

A.    Rumusan Masalah
1.      Apa  pengertian Gadai ?
2.      Bagaimana Sejarah Pegadaian Syariah ?
3.      Apa penggadaian ayariah ?


B.       Tujuan Penulisan
1.         Mengetahui perbedaan pengertian Gadai
2.         Untuk Mengetahui Sejarah Pegadaian Syariah
3.         Untuk Mengetahui penggadaian ayariah










BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Gadai
Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan al-rahn berarti al-tsubut dan al-habs yaitu penetapan dan penahanan. Menurut istilah syara’, yang dimaksud dengan rahn adalah akad yang objeknya menahan barang terhadap sesuatu hak yang mungkin diperoleh bayaran dengan sempurna darinya.
Sedangkan menurut Sayyid Sabiq, rahn adalah menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai suatu jaminan hutang, sehingga orang yang bersangkutan boleh mengambil sebagian barangnya itu. Adapun pengertian rahn menurut Imam ibnu Qudamah dalam Kitab al-Mughni adalah sesuatu benda yang dijadikan kepercayaan dari suatu hutang untuk dipenuhi dari harganya, apabila yang berhutang tidak sanggup membayarnya dari orang yang berpiutang.
Menurut UU Perdata pasal 1150, gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berhutang atau oleh seorang lain atas dirinya, dan yang memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya yang telah dikeluarkan, untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, dan biaya-biaya yang mana harus didahulukan[1].




B.     Sejarah Pegadaian Syariah      
Sejarah Pegadaian dimulai pada saat Pemerintah Penjajahan Belanda (VOC) mendirikan BANK VAN LEENING yaitu lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai, lembaga ini pertama kali didirikan di Batavia pada tanggal 20 agustus 1746. Ketika Inggris mengambil alih kekuasaan Indonesia dari tangan Belanda (1811-1816) Bank Van Leening milik pemerintah dibubarkan, dan masyarakat diberi keleluasaan untuk mendirikan usaha pegadaian asal mendapat lisensi dari Pemerintah Daerah setempat (liecentie stelsel).Namun metode tersebut berdampak buruk, pemegang lisensi menjalankan praktek rentenir atau lintah darat yang dirasakan kurang menguntungkan pemerintah berkuasa (Inggris). Oleh karena itu, metode liecentie stelsel diganti menjadi pacth stelsel yaitu pendirian pegadaian diberikan kepada umum yang mampu membayarkan pajak yang tinggi kepada pemerintah.
Pada saat Belanda berkuasa kembali, pola atau metode pacth stelsel tetap dipertahankan dan menimbulkan dampak yang sama dimana pemegang hak ternyata banyak melakukan penyelewengan dalam menjalankan bisnisnya. Selanjutnya pemerintah Hindia Belanda menerapkan apa yang disebut dengan ‘cultuur stelsel’ dimana dalam kajian tentang pegadaian, saran yang dikemukakan adalah sebaiknya kegiatan pegadaian ditangani sendiri oleh pemerintah agar dapat memberikan perlindungan dan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Staatsblad (Stbl) No. 131 tanggal 12 Maret 1901 yang mengatur bahwa usaha Pegadaian merupakan monopoli Pemerintah dan tanggal 1 April 1901 didirikan Pegadaian Negara pertama di Sukabumi (Jawa Barat), selanjutnya setiap tanggal 1 April diperingati sebagai hari ulang tahun Pegadaian.
Pada masa pendudukan Jepang, gedung Kantor Pusat Jawatan Pegadaian yang terletak di Jalan Kramat Raya 162 dijadikan tempat tawanan perang dan Kantor Pusat Jawatan Pegadaian dipindahkan ke Jalan Kramat Raya 132. Tidak banyak perubahan yang terjadi pada masa pemerintahan Jepang, baik dari sisi kebijakan maupun Struktur Organisasi Jawatan Pegadaian. Jawatan Pegadaian dalam Bahasa Jepang disebut ‘Sitji Eigeikyuku’, Pimpinan Jawatan Pegadaian dipegang oleh orang Jepang yang bernama Ohno-San dengan wakilnya orang pribumi yang bernama M. Saubari.

Pada masa awal pemerintahan Republik Indonesia, Kantor Jawatan Pegadaian sempat pindah ke Karang Anyar (Kebumen) karena situasi perang yang kian terus memanas. Agresi militer Belanda yang kedua memaksa Kantor Jawatan Pegadaian dipindah lagi ke Magelang. Selanjutnya, pasca perang kemerdekaan Kantor Jawatan Pegadaian kembali lagi ke Jakarta dan Pegadaian kembali dikelola oleh Pemerintah Republik Indonesia. Dalam masa ini Pegadaian sudah beberapa kali berubah status, yaitu sebagai Perusahaan Negara (PN) sejak 1 Januari 1961, kemudian berdasarkan PP.No.7/1969 menjadi Perusahaan Jawatan (PERJAN), selanjutnya berdasarkan PP.No.10/1990 (yang diperbaharui dengan PP.No.103/2000) berubah lagi menjadi Perusahaan Umum (PERUM) hingga sekarang.
Kini usia Pegadaian telah lebih dari seratus tahun, manfaat semakin dirasakan oleh masyarakat, meskipun perusahaan membawa misi public service obligation, ternyata perusahaan masih mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam bentuk pajak dan bagi keuntungan kepada Pemerintah, disaat mayoritas lembaga keuangan lainnya berada dalam situasi yang tidak menguntungkan[2].
1.      Lahirnya Pegadaian Syariah
Terbitnya PP/10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu dicermati bahwa PP10 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP103/2000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Allah SWT dan setelah melalui kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan usaha syariah.
Konsep operasi Pegadaian syariah mengacu pada sistem administrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah/ Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional. Pegadaian Syariah pertama kali berdiri di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah ( ULGS) Cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003. Menyusul kemudian pendirian ULGS di Surabaya, Makasar, Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta di tahun yang sama hingga September 2003. Masih di tahun yang sama pula, 4 Kantor Cabang Pegadaian di Aceh dikonversi menjadi Pegadaian Syariah.
2.      Dasar Hukum gadai
a.       Boleh tidaknya transaksi gadai menurut Islam diatur dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijtihad[3].
* bÎ)ur óOçFZä. 4n?tã 9xÿy öNs9ur (#rßÉfs? $Y6Ï?%x. Ö`»yd̍sù ×p|Êqç7ø)¨B ( ÷bÎ*sù z`ÏBr& Nä3àÒ÷èt/ $VÒ÷èt/ ÏjŠxsãù=sù Ï%©!$# z`ÏJè?øt$# ¼çmtFuZ»tBr& È,­Guø9ur ©!$# ¼çm­/u 3 Ÿwur (#qßJçGõ3s? noy»yg¤±9$# 4 `tBur $ygôJçGò6tƒ ÿ¼çm¯RÎ*sù ÖNÏO#uä ¼çmç6ù=s% 3 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÒOŠÎ=tæ ÇËÑÌÈ                                                       
            jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[180] (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
b.      As-Sunnah.
Rasulullah SAW pernah menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi untuk ditukar dengan gandum. Lalu orang Yahudi berkakata: “Sungguh Muhammad ingin membawa lari hartaku”. Rasulullah kemudian menjawab: “Bohong! Sesungguhnya aku orang yang jujur di atas bumi ini dan di langit. Jika kamu berikan amanat kepadaku pasti aku tunaikan. Pergilah kalian dengan baju besiku menemuinya”.[4]
c.       Ijtihad.
Berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadist di atas menunjukkan bahwa transaksi atau perjanjian gadai dibenarkan dalam Islam bahkan Nabi Muhammad SAW pernah melakukannya. Namun demikian, perlu dilakukan pengkajian lebih dalam dengan melakukan riset tersebut.

C.    Pengadaian syariah

1.      Pengertian Gadai Menurut Umum (Konvensional)    
Pengadaian adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seseorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo.
Perusahaan Umum pengadaian adalah suatu badan usaha di indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai.
2.      Pengertian Gadai Menurut Syariat Islam
Gadai dalam perspektif islam disebut dengan istilah rahn, yaitu suatu perjanjian untuk menahan sesuatu barang sebagai jaminan atau tanggungan utang. Kata rahn’’ yaitu suatu perjanjian untuk menahan sesutu barang sebagai jaminan atau tanggungan utang.
Kata rahn’’secara etimologi berarti “tetap”berlangsung’’dan menahan’’maka dari segi bahasa rahn bisa diartiakan sebagai menahan sesuatu dengan tetap. Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Rahn merupakan suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’sebagai jaminan, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil utang.
Sejarah Pengadain Syariah
Terbitnya PP Nomor 10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan pengadaian,satu hal yang perlu dicermati bahwa PP Nomor 10 menegaskan misi yang harus diemban oleh pengadaian untuk mencegah praktik riba. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pengadaian Pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syari’ah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Alloh SWT dan setelah melalui kajian panjang akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit layanan Gadai Syariah sebagai langakah awal pembentukan divisi khusus yang menagani kegiatan usaha syariah.
Konsep operasi Pengadaian Syariah mengacu pada sistem aadministrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas,yang diselaraskan dengan nilai islam.
Fungsi operasi pengadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pengadain Syariah Unit layanan Gadai Syariah itu (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha lain Perum Pengadaian.
ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara stuktural terpisah pengelolaanya dari usaha gadai konvensinal.
Pengadaian Syariah pertama kali berdiri di jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) kemudian berkembang dikota-kota besar seperti, semarang, surabaya.
Landasan Hukum
Landasan konsep pengadaian syariah juga mengacu kepada syariah islam yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadist, adapun dasar hukum yang dipakai adalah: (Q S Al Baqarah Ayat 283). Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang(oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagaian kamu mempercayai sebagaian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Alloh SWT dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya, dan Alloh maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Landasan hukum berikutnya, dari Anas ra bahwasanya ia berjalan menuju Nabi Saw dengan roti dari gandum dan sungguh Rasululloh Saw telah menaguhkan baju besi kepada seorang Yahudi di Madinah ketika beliau mengutangkan gandum dari seorang Yahudi.”(HR. Anas ra ).
Landasan hukum berikutnya adalah ijma’ ulama atas hukum mubah(boleh) perjanjian gadai.
Adapn mengenai prisip Rahn (gadai) telah memiliki fatwa dari dewan syariah Nasional Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan Rukun dan fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan Rukun dan Syarat Transaksi Gadai.
Secara umum syarat sah rukun menjalankan transaksi gadai adalh sebagai berikut:
a.       Rukun Gadai
a)      Ada ijab dan Qobul(shighat)
b)      Terdapat orang yang berakad yang mengadaikan (Rahn) dan yang menerima gadai (murtahin)
c)      Ada jaminan (marhun) berupa barang/harta
d)     Utang (marhun bih)
b.      Syarat Sah Gadai
a)      Shigat
b)      Orang yang berakal
c)      Barang yan dijadikan pinjaman
d)     Utang (marhun bih)

3.      Hak dan Kewajiban Pihak yang Berakad
a.       Penerima Gadai (MUrtahin)
Hak Penerima Gadai
a)      Apabila rahin tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo, murtahin berhak untuk menjual marhun
b)      Untuk menjaga keselamatan marhun, pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang dikeluarkan
c)      Pemegang gadai berhak menahan barang gadai dari rahin, selama pinjaman belum dilunasin
Kewajiban Penerima Gadai
a)      Apabila terjadi sesuatu (hilang ataupun carat) terhadap marhun akibat dari kelalaian, maka marhun harus bertanggung jawab
b)      Tidak boleh menggunakan marhun untuk kepentingan pribadi
c)      Sebelum diadakan pelelengan marhun, harus ada pumberitahuan kepada rahin

b.      Pemberi Gadai (Rabin)
Hak Pemberi Gadai
a)      Setelah pelunasan pinjaman, rahin berhak atas barang gadai yang diserahkan kepada murtahin
b)      Apabila terjadi kerusakan atau hilangnya barang gadai akibat kelalaian murtahin, rahin menuntut ganti rugi atas marhu
c)      Setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya, rahin berhak menerima sisa hasil penjualan marhun
d)     Apabila diketahui terdapat penyalahgunaan marhun oleh murtahin, maka rahin berhak untuk meminta marhunnya kembali
Kewajiban Pemberi Gadai
a)      Melunasi pinjaman yang telah diterima serta biaya-biaya yang ada dalam kurun waktu yang telah ditentukan
b)      apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan rahin tidak dapat melunasi pinjamannya, maka harus merelakan penjualan atas marhun pemiliknya



c.       Akad Perjanjian Transaksi Gadai

a)      Qard Al-Hasan
Akad ini digunakan nasabah untuk tujuan konsumtif, oleh karma itu nasabah (rahin) akan dikenakan biaya perawatan dan penjagaan barang gadai (marhun) kepada pegadaian (murtahin) Ketentuannya, Barang gadai hanya dapat dimanfaatkan dengan jalan menjual, seperti emas, barang elektronik, dan lain sebagainya, Karena bersifat sosial, maka tidak ada pembagian hasil. Pegadaian hanya diperkenakan untuk diperkenalkan biaya administrasi kepada rahin
b)      Mudharabah
Akad yang diberikan bagi nasabah yang ingin memperbesar modal usahanya atau untuk pembiayaan lain yang bersifat produktif, Ketentuannya, Barang gadai dapat berupa barang barang bergerak maupun barang tidak bergerak seperti : emas, elektronoik, kendaraan bermotor, tanah, rumah, dan lan-lain. Keuntungan dibagi setelah dikurangi dengan biaya pengelolaan marhun
c)      Ba’I Muqayyadah
Akad ini diberikan kepada nasabah untuk keperluan yang bersifat produktif. seperti pembelian alat kantor. modal kerja. Dalam hal ini murtahin juga dapat menggunakan akad jual beli untuk barang atau modal kerja yang diingginkan oleh rahin. Barang gadai adalah barang yang dimanfaatkan oleh rahin atau pun murtahin.
d)     Ijarah
Objek dari akad ini pertukaran manfaat tertentu. Bentuknya adalah murtahin menyewakan tempat penyimpanan barang.
Pemanfaatan Barang rahan
Mayoritas ulama membolehkan pegadaian memanfaatkan barang yang digadaikannya selama mendapat izin dari murtahin selain itu pengadai harus menjamin barang tersebut selamat dan utuh. Dari Abu Hurairah r.a bahsawanya Rasulullah saw berkata: "barang yang digadaikan itu tidak boleh ditutup dari pemilik yang menggadaikannya. Baginya adalah keuntungan dan tanggungjawabnyalah bila ada kerugian atau biaya" (HR Syafi'I dan Daruqutni). Mayoritas ulama, selain mazhab hanbali, berpendapat bahwa murtahin (penerima gadai) tidak boleh mempergunakan barang rahan. Berakhirnya Akad Rahan
1)      Barang telah diserahkan kembali pada pemiliknya
2)      Rabin membayar hutangnya
3)      Pembebasan hutang dengan cara apapun, meskipun dengan pemindahan oleh murtahin
4)      Pembatalan oleh murtahin meskipun tidak ada persetujuan dari pihak rahin
5)      Rusaknya barang rahin bukan oleh tindakan atau pengguna murtahin
6)      memanfaatkan barang rahn dengan barang penyewaan, hibah atau shadaqah baik dari pihak rahin maupun murtahin

d.      Mekanisme Operasional dan Perhitungan Pegadaian Syari'ah
Dengan memahami konsep lembaga gadai syariah maka sebenarnya lembaga gadai syariah untuk hubungan antar pribadi sudah operasional. Setiap orang bisa melakukan perjanjian hutang piutang dengan gadai secara syariah. Pada dasarnya konsep hutang piutang secara syariah dilakukan dalam bentuk al-qardhul hassan, dimana pada bentuk ini tujuan utamanya adalah memenuhi kewajiban moral sebagai jaminan sosial.
a)      .Jenis barang yang digadaikan
1)      Perhiasan, elektronik.
2)      Alat-alat rumah tangga
3)      Kendaraan
b)      Biaya-biaya
Biaya administrasi pinjaman
Untuk transaksi pinjaman ditetapkan sebesar Rp 50,- untuk setiap kelipatan pinjaman Rp 5.000,- biaya ini hanya dikenakan 1 kali diawal akad
Jasa simpanan
Besarnya tarif ditentukan oleh, Nilai taksiran barang, Jangka waktu ditetapkan 90 hari, Perhitungan simpanan setiap kelipatan 5 hari. Berlaku pembulatan ke atas (1-4 hari dengan 5 hari)
Ketentuan Barang
Perhiasan sebesar Rp 90,- per 10 hari. Total biaya dilakukan pembulatan Rp 100 terdekat (0-50 dianggap 0; > 51- 100 dibulatkan Rp 100,-)
Barang elektronok alat rumah tangga biayanya sebesar Rp 95,- per 10 hari
Kendaraan bermotor biayanya sebesar Rp 100,- Per 10 hari
c)      Sistem cicilan atau perpanjangan
Nasabah (rahin) dapat melakukan cicilan dengan jangka waktu 4 bulan. Jika belum dapat melunasi dalam waktu tersebut, maka rahin dapat mengajukan permohonan serta menyelesaikan biayanya. Lamanya waktu perpanjangan adalah kurang lebili 4 bulan. Jika nasabah masih belum dapat mengembalikan pinjamanya, maka marhun tidak dapat diambil.
d)     Ketentuan pelunasan pinjaman dan pengambilan barang gadai
Gol Besarnya Taksiran Nilai Taksiran Biaya Administrasi Tarif jasa simpanan kelipatan
A 100,000-500,000 500,000 5000 45 10
B 510,00- 1,000,000 >500 ribu- I juta 6000 225 50
C 1.050.000-5.000.000 > 1 juta-5 juta 7,500 450 100
D 5.050.000-10.000.000 >5juta- 10 juta 10.000 2250 500
E 10.050.000 > 10 juta 15.000 4500 1000
e)      Proses pelelangan barang gadai
Pelelangan baru dapat dilakukan jika nasabah (rahin) tidak dapat mengembalikan pinjamannya. Teknis harus ada pemberitahuan 5 hari sebelum tanggal penjualan, Ketentuannya,
1)      untuk marhun berupa emas ditetapkan margin sebesar 2 % untuk penbeli
2)      pihak pegadaian melakukan pelelangan terbatas
3)      biaya penjualan sebesar 1 % dari basil penjualan, biaya pinjaman 4 bulan, sisanya dikembalikan ke nasabah
4)      sisa kelebihan yang tidak diambil selama 1 tahun akan diserahkan ke baitul maal
f)       Jasa dan Produk Pegadaian Syariah
Layanan jasa serta produk yang dikeluarkan oleh pegadaian syariah sebgai berikut:
1)      pemberian pinjaman atau pembiayaan atas dasar hukum gadai Syaratnya harus terdapat jaminan berupa barang bergerak seperti emas, elektronik, dll. Besarnya pemberian pinjaman ditentukan oleh pegadaian, besarnya akan sangat tergantung oleh nilai dan jumlah barang yang digadaikan.
2)      Penaksiran nilai barang Jasa ini diberikan bagi mereka yang mengiginkan informasi tentang taksiran barang yang berupa emas, perak dan berlian. Biaya yang dikenakan adalah ongkos penaksiran barang.
3)      Penitpan barang (ijarah)
Barang yang dapat dititipkan antara lain: sertifikat motor, tanah. ijazah. Pegadaian akan mengenakan biaya penitipan bagi nasabahnya.
4)      Gold counter
Merupakan fasilitas penjualan emas yang memiliki sertitikat jaminan sebagai bukti kualitas dan keasliannya.
Dalarn praktiknya nasabah melakukan transaksi gadai Syariah dengan konsep ijarah (akad sewa tempat). Sedangkan dengan pemberian dana diantaranya Bank Muamalat, dan bank Mandiri Syariah menggunakan prinsip mudharabah dan Musyarakah. Kemudian murtahin (penerima gadai) akan menarikan Surat bukti Rahn (gadai) berikut dengan akad pinjam meminjam yang disebut akad gadai syari'ah dan ijarah. Ijarah adalah kesepakatan antara penerima gadai dan pemberi gadai untuk menyewa tempat sebagai lokasi penyimpanan barang gadai.
g)      Perbedaan Teknis Antara Pegadaian Syariah dengan pegadaian Konvensional
No Pegadaian Syariah Pegadaian Konvensional
1)      Biaya administrasi berdasarkan barang Biaya administrasi berupa prosentase yang didasarkan pada golongan barang
2)      Jasa simpanan berdasarkan simpanan Sewa modal berdasarkan uang pinjaman
3)      1 hari dihitung 5 hari 1 hari dihitung 15 hari
4)      Bila pinjaman tidak dilunasi, barang jaminan akan dijual kepada masyarak Bila pinjaman tidak dilunasi, barang jaminan dilelang kepada masyarakat
5)      Uang pinjaman 90 % dari taksiran Uang pinjaman untuk golongan A 92 % sedangkan untuk golongan BCD 88-86%
6)      Jasa simpanan dihitung dengan konstanta X taksiran Sewa modal dihitung dengan prosentase X uang pinjaman
7)      Maksimal jangka waktu 3 bulan Maksimal jangka waktu 4 bulan
8)      Kelebihan uang hasil dari penjualan barang tidak diambil oleh nasabah, diserahkan kepada lembaga ZIS Kelebihan uang hasil lelang tidak diambil oleh nasabah, tetapi menjadi milik pegadaian.
Prospek Pegadaian Syariah
Prospek suatu perusahaan secara relatif dapat dilihat dari suatu analisa yang disebut SWOT atau dengan meneliti kekuatan (Strength), kelemahannya (Weakness), peluangnya (Opportunity), dan ancamannya (Threat) Dukungan umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk. perusahaan gadai syariah telah lama menjadi dambaan umat Islam di Indonesia, bahkan sejak masa Kebangkitan Nasional yang pertama. Hal ini menunjukkan besarnya harapan dan dukungan umat Islam terhadap adanya pegadaian Syariah. Dan dukungan dari lembaga keuangan Islam di seluruh dunia. Adanya pegadaian syariah yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam adalah sangat penting untuk menghindarkan umat Islam dari kemungkinan terjerumus kepada yang haram. Oleh karena itu pada konferensi ke 2 Menteri-menteri Luar Negeri negara muslim di seluruh dunia bulan Desember 1970 di Karachi, Pakistan telah sepakat untuk pada tahap pertama mendirikan Islamic Development Bank (IDB) yang dioperasikan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam.
IDB kemudian secara resmi didirikan pada bulan Agustus 1974 dimana Indonesia menjadi salah satu negara anggota pendiri. IDB pada Articles of Agreement-nya pasal 2 ayat XI akan membantu berdirinya bank dan lembaga keuangan yang akan beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam di negara-negara anggotanya. Dari analisa SWOT tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pegadaian syariah rnempunyai prospek yang cukup cerah, baik itu adalah Perum Pegadaian yang telah mengoperasikan sistem syariah maupun pegadaian syariah yang baru. Prospek ini akan lebih cerah lagi apabila kelemahan (weakness) sistem mudharabah dapat dikurangi dan ancaman (threat) dapat diatasi.
Perkembangan dan PertUmbuhan Pegadaian Syariah di Indonesia, Berdirinya pegadaian syariah, berawal pada tahun 1998 ketika beberapa General Manager niclakukan studi banding ke Malaysia. Setelah melakukan studi banding, mulai dilakukan penggodokan rencana pendirian pegadaian syariah. Tapi ketika itu ada sedikit masalah internal sehingga hasil studi banding itu pun hanya ditumpuk. Pada tahun 2000 konsep bank syariah mulai marak. Saat itu, Bank Muamalat Indonesia (BMI) menawarkan kerjasama dan membantu segi pembiayaan dan pengembangan. Tahun 2002 mulai diterapkan sistem pegadaiaan syariah dan pada tahun 2003 pegadaian syariah resmi dioperasikan dan pegadaian cabang Dewi Sartika menjadi kantor cabang pegadaian pertama yang menerapkan sistem pegadaian syariah.
Prospek pegadaian syariah di masa depan sangat luar biasa. Respon masyarakat terhadap pegadaian syariah ternyata jauh lebih baik dari yang diperkirakan. Menurut survei BMI, dari target operasional tahun 2003 sebesar 1.55 milyar rupiah pegadaian syariah cabang Dewi Sartika mampu mencapai target 5 milyar rupiah. Pegadaian syariah tidak menekankan pada pemberian bunga dari barang yang digadaikan. Meski tanpa bunga, pegadaian syariah tetap memperoleh keuntungan seperti yang sudah diatur oleh Dewan Syariah Nasional, yaitu memberlakukan biaya pemeliharaan dari barang yang digadaikan. Biaya itu dihitung dari nilai barang, bukan dari jumlah pinjaman. Sedangkan pada pegadaian konvensional, biaya yang harus dibayar sejumlah dari yang dipinjamkan. Program Syariah Perum Pegadaian mendapat sambutan positif dari masyarakat. Dari target omzet tahun 2006 sebesar Rp 323 miliar, hingga September 2006 ini sudah tercapai Rp 420 miliar dan pada akhir tahun 2006 ini diprediksi omzet bisa mencapai Rp 450 miliar. Bahkan Perum Pegadaian Pusat menurut rencana akan menerbitkan produk baru, gadai saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ), paling lambat Maret 2007. Manajemen Pegadaian melihat adanya prospek pasar yang cukup bagus saat ini untuk gadai saham.
Bisnis pegadaian syariah tahun 2007 ini cukup cerah, karena minta masyarakat yang memanfaatkan jasa pegadaian ini cukup besar. Itu terbukti penyaluran kredit tahun 2006 melampaui target. Pegadaian cabang Majapahit Semarang misalnya, tahun 2006 mencapai 18.2 miliar. Lebih besar dari target yang ditetapkan sebanyak 11.5 miliar. Jumlah nasabah yang dihimpun sekitar 6 ribu orang dan barang jaminannya sebanyak 16.855 potong. Penyaluran kredit pegadaian syariah Semarang ini berdiri tahun 2003. setiap tahunnya meningkat cukup signifikan dari Rp 525 juta tahun 2004 meningkat menjadi Rp 5,1 miliar dan tahun 2006 mencapai Rp 18,4 miliar.

















BAB III
PENUTUP


A.  KESIMPULAN
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh oleh orang yang berpiutang atas suatu benda bergerak yang diberikan oleh orang yang berpiutang sebagai suatu jaminan dan barang tersebut bisa dijual jika orang yang berpiutang tidak mampu melunasi utangnya pada saat jatuh tempo.


B.   SARAN
Dalam penggadaian syariah sudah di paprkan sebagian mestinya harapaya masyarakat mampu berfikir setelah mengetahui landasan yang telah tertera di makalah kami, dalam hal ini penggadaian di lakukan ketika sangat – sangat butuh dan sangat mendesak agar pada dasarnya penggadaian seagai salah satu alternatif dalm sebuah kebutuhan, pilihlah penggadaian yang syariah yang pada dasarnya sesuai dengan ketentuan -  ketentuan syariah.







DAFTAR PUSTAKA

Hosen M Nadratuzzaman dan Ali Hasan, 2008, Khutbah Juma'at Ekonomi Syari'ah, PIKES Pasat Komunikusi Ekonomi Syari'ah, Jakarta: indonesia
Muhammad Syafi`i Antonio, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, jakarta: Gema Insani Press
Hasan M. Ali, ekonomi syariah, 2000, Pegadaian syariah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada





[1] Muhammad Syafi`i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik,(jakarta: Gema Insani Press, 2001), h.56-57

[2] Hasan M. Ali, ekonomi syariah : Pegadaian syariah, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000),  h.43-45


[3] Al-baqarah ayat 283
[4] HR. Bukahri