LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH BANK
Makalah
ini disusun guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Bank dan LKS Non Bank
Dosen
Pengampu : Anas Malik, M.E.Sy
Disusun
Oleh:
Ahmad Wahyu
Novianto 14125236
KELAS B
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
JURUSAN DAK’WAH DAN KOMUNIKASI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO
2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Alhamdulillah,
puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya.
Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Kami bersyukur
kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan lancar.
Terimakasih
kepada kedua orang tua dan keluarga kami yang selalu memberikan dukungan dan do’a
restu kepada kami. Serta kepada teman-teman kami yang selalu memberikan
motivasi.
Dengan
dibuatnya makalah ini, kami berharap hal ini dapat membantu menambah pemahaman kita tentang Lembaga
Keuangan Syariah Bank. Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran bagi para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua, khususnya bagi penulis dan pembaca.
Wassalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Metro, 17 Oktober 2016
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah........................................................................................ 1
B. Rumusan
Masalah................................................................................................. 1
C.
Tujuan
penulisan................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Jenis Dan
Bank Syariah .............................................................................2
B.
Sisdur dan
Opersional Bank Umum Syariah............................................... 4
C.
Perkembangan
Perbankan Syariah Di Indonesia ....................................... 9
BAB III PENUTUP
A. Simpulan...............................................................................................................13
B. Saran....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Perbankan Syariah, sebagaimana diulas dalam pasal 3 UU Perbankan
Syariah, bertujuan “menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan keadilan, kebersamaan, pemerataan kesejahteraan rakyat. Dalam
mencapai tujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, Perbankan Syariah
tetap berpegang pada Prinsip Syariah secara menyeluruh (kaffah) dan konsisten
(istiqamah)” (Pasal 3 UU Perbankan Syariah dan Penjelasannya).
Perbankan Syariah sebagai salah satu sistem perbankan nasional
memerlukan berbagai sarana pendukung agar dapat memberikan kontribusi yang
maksimum bagi pengembangan ekonomi nasional.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Jenis Dan Bank Syariah?
2.
Seperti
Apa Sisdur Dan Operasional Bank Umum Syariah?
3.
Seperti
Apa Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia?
C.
Tujuan
1.
Untuk
Mengetahui Jenis Dari Bank Syariah.
2.
Untuk
Mengetahui Sisdur Dan Opersional Bank Umum Syariah.
3.
Untuk
Mengetahui Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Jenis dan Bank Syariah
Secara
kelembagaan, bank islam di Indonesia dibagi menjadi tiga kelompok. Yaitu Bank
Umum Syariah (BUS), unit umum syariah
(UUS) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). BUS memiliki kelembagaan
seperti bank umum konvensional. Sedangkan BPRS memiliki bentuk kelembagaan
seoerti bank BPR konvesional. Badan hukum BUS dan BPRS dapat berbentuk
Perseroan Terbatas, Perusahaan Daerah atau Koperasi. Sementara itu, UUS bukan
merupakan badan hukum tersendiri, tetapi merupakan unit atau bagian dari suatu
bank umum konvensional.
1.
Bank
Umum Syariah
Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip isalm yang mendalam
kegiatannya menberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BUS merupakan
badan usaha yang seara dengan Bank Umum Konvensional dengan bentuk hukum Perseroan Terbatas, Perusahaan Daerah, atau
Koperasi. Seperti halnya bank umum konvensional, BUS dapat berusaha sebagai
bentuk devisa atau bank non devisa.
2.
Unit
Usaha Syariah
Unit usaha syariah (UUS) adalah unit kerja dikantor pusat bank umum
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dan kantor cabang islam dan
atau unit islam. Dalam struktur organisasi, UUS berada satu tingkat dibawah
direksi bank umum konvesional yang bersangkutan. UUS dapat berusaha sebagai
bank devisa atau bank non devisa. Sebagai unit kerha khusus, UUS mempunyai
tugas:
a.
Mengatur
dan mengawasi seluruh kegiatan kantor cabang islam.
b.
Melaksanakan
fungsi treasury dalam rangka pengelolaan dan penempatan dana yang bersumber
dari kantor cabang islam.
c.
Menyusun
laporan keuangan konsolidasi dari seluruh kantor cabang islam.
d.
Melakukan
tugas penatausahaan laporan keuangan kantor cabang islam.[1]
3.
Kegiatan
usaha BPRS
Berkaitan dengan BPRS, sebagaimana terlihat dalam pasal 21 UU
Perbankan Syariah, kegiatan usaha dapat dilakukan oleh lembaga ini adalah:
a.
Menghimpun
dana dari masyarakat dalm bentuk: simpanan berupa tabungan atau yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah dan investasi berupa deposito atau tabungan
atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
b.
Menempatkan
dana pada bank syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan akad wadi’ah atau
investasi berdasarkan akad mudharabah dan atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
c.
Memindahkan
uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah melalui
rekening BPRS yang ada di BUS, Bank Umum Konvensional , dan UUS; dan
d.
Menyediakan
produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya yang sesuai dengan
Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia.[2]
B.
Sisdur dan Operasional Bank Umum Syariah
Dalam
pasal 1 undang-undang No. 21 tahun 2008 definisi bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup masyarakat banyak. Bank terdiri dari dua jenis yaitu bank
konversional dan bank syariah. Bank konvesional adalah bank yang menjalankan
kegiatan usahanya secara konvesional, yang
terdiri atas bank umum konvesional dan bank pengkreditan rakyat (BPR)
sedangkan bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah yang terdiri dari bank umum syariah dan bank
pembiayaan rakyat syariah (BPRS). Prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan
fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penerapan
fatwa dibidang syariah.
BUS
adalah perbankan syariah yang kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran sedangkan BPRS adalah bank syariah yang dalam melaksanakan kegiatan
usahanya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Unit usaha (UUS)
adalah unit kerja dari kantor pusat. Contoh bank umum syariah diantaranya: PT
Bank Syariah Madani, PT Bank Syariah Muamalat Indonesia dan PT Bank Syariah
BNI.
Sistem muamalah dalam islam sebagai agama, menurut ajaran yang
bersifat universal dan komprehensif. Universal artinya bersifat umum, sedangkan
komprehensif adalah mencakup seluruh bidang kehidupan. prinsip al-wadiah
(simpanan), al-wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke
pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan
kapan saja si penyimpan menghendakinya.
Bank umum
konvensioanal yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang
melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, dan unit kerja
dikantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang
melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional yang berfungsi sebagai
kantor induk dan kantor cabang pembantu dan atau unit syariah.
Terkait dengan
asas operasional bank syariah berdasarkan pasal 2 UU No.21 tahun 2008
disebutkan bahwa perbanyakan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya
berasaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian. Sedangkan tujuan bank syariah berdasarkan
pasal 3 dinyatakan bahwa perbankan syariah bertujuan menunjang pelaksanaan
pembangun nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan dan
pemerataan kesejahteraan rakyat.
Sistem keuangan
dan perbankan modern telah berusaha memenuhi kebutuhan manusia untuk mendanai
kegiatannya, bukan dengan dananya sendiri, melainkan dengan dana orang lain,
baik dalam bentuk penyertaan (equity financing) maupun dalam bentuk pinjaman
(debt financing). Untuk menhindari riba, maka dikonseplah suatu sistem perbankan
yang sesuai dengan syariah islam. Maka, dihasilkan konsep perbankan islam.
Secara garis besar, hubungan ekonomi berdasarkan syariah ditentukan oleh hubungan aqad yang terdiri dari lima konsep
dasar aqad.
Dalam menjalankan fungsi dan perannya secara umum, pengembangan
produk bank syariah yang merupakan sistem operasional bank syariah dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu produk penghimpunan dana, produk
penyaluran dana, dan produk jasa.
Bank Indonesia sebagai lembaga penghimpun dana dari pihak yang
mensurplus dana, yaitu pihak yang mempercayakan uangnya kepada bank untuk
disimpan dan dikelola sesuai dengan prinsip syariah. Yang dimaksud dengan dana
adalah dana dari pihak pertama (pemodal dan pemegang saham), dana dari pihak
kedua (pinjaman dari bank dan bukan bank, serta dari Bank Indonesia), dan dana
dari pihak ketiga (nasabah). Bank syariah sebagai penyalur dana bagi pihak yang
membutuhkan berupa jual beli, bagi hasil, pembiayaan, pinjaman, dan investasi
khusus. Alokasi penggunaan dana bank syariah pada dasarnya dapat dibagi dalam
dua bagian penting dari aktiva bank, yaitu: Erning
Asset (aktiva yang menghasilkan) dan
Earning Non Asset (aktiva yang tidak menghasikan). Aktiva
yang menghasilkan atau Earning Asset adalah
asset bank yang digunakan untuk menghasilkan
pendapatan. Asset ini disalurkan dalam bentuk investasi yang terdiri atas:
pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah),
pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan (musyarakah),
pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli (al-bai),
pembiayaan berdasarkan prinsip sewa (ijaroh).
Sementara itu aset bank yang lain adalah aset yang tergolong tidak memberikan
penghasilan atau disebut Non Earning
Asset adalah: aktiva dalam bentuk tunai (cash asset), pinjaman qord,
penanaman dana dalam aktiva tetap dan inventaris (premise and equipment).
Bank syariah sebagai pelayanan jasa kepada nasabah dengan
mendapatkan imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara
lain al-Sharf, sharf adalah
perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta yang lainnya dan al-Ijaroh, jenis kegiatan ini antara lain
menyewakan kontan simpanan (safe deposit
box) dan jasa tata laksana
administrasi dokumen (costudian).
Bank dapat imbalan sewa dari
jasa-jasa tersebut.
Islam mempunyai
hukum sendiri untuk memenuhi kebutuhan tersebut, yaitu melalui akad-akad bagi
hasil (profit and loss sharing), sebagai metoda pemenuhan kebutuhan permodalan
(equity financing) dan akad-akad jual-beli (al-ba’i) untuk memenuhi kebutuhan
pembiayaan (debt financing) dengan produk-produk sebagainya.
1.
Produk
Pembiayaan
A.
Equity
Financing
Ada
dua macam kontrak dalam kategori ini yaitu:
1)
Musyarakah
Melalui kontrak ini, dua pihak atau lebih (termasuk bank dan lembaa
keuangan bersama nasabahnya) dapat mengumpulkan modal mereka untuk membentuk
sebuah perusahaan sebagai sebuah badan hukum (legal entity).
Setiap pihak memiliki bagian secara proporsional sesuai dengan
kontribusi modal mereka dan mempunyai hak mengawasi perusahan sesuai dengan
proposinya. Untuk pembagian keuntungan, setiap pihak menerima bagian keuntungan
secara proporsional dengan kontribusi modal masing-masing atau sesuai dengan
dengan kesepakatan yang telah tentukan sebelumnya. Bila perusahaan mengalami
kerugian, maka kerugian itu juga dibebankan secara proporsional kepada masing-masing
pemberi modal. Aplikasinya dalam perbankan terlihat pada akad yang diterapkan
pada usaha atau proyek dimana bank membiayai sebagian saja dari jumlah
kebutuhan investasi atau modal kerjanya. Selebihnya dibiayai sendiri oleh
nasabah. Akad ini juga diterapkan pada sindikasi antar bank atau lembangan
keuangan.
2)
Mudharabah
Kontrak mudharabah adalah juga merupakan suatu bentuk equity
financing, tetapi mempunyai bentuk yang berbeda dengan musyarakah. Didalam mudharabah, hubungan kontrak bukan
antar pemberi modal melainkan antara penyedia dana (Shahibul Maal) dan
pengelola (Mudharib). Didalam kontrak mudharabah, seorang mudharib memperoleh
modal dari unit ekonomi lainnya untuk tujuan melakukan perdagangan atau
perniagaan.
B.
Debt
Financing
1)
Prinsip
Jual – Beli
Al-Murabahah yaitu kontak jual beli dimana barang yang
diperjualbelikan tersebut diserahkan
segera, sedang harga baik pokok maupun margin disepakati bersama atas barang
tersebut dibayar dikemudian hari secara sekaligus.
2)
Prinsip
Sewa-Beli
Sewa dan sewa beli oleh para ulama, secara bulat dianggp sebagai
model pembiayaan yang dibenarkan oleh syariah islam. Model ini secara
konvensional dikenal sebagai leasing atau financing leas. Dimana selama
pembayaran belum selesai maka dianggap sewa dan jika pembayaran sudah selesai
maka diakhiri dengan akad beli atau pemindahan hak milik.
2.
Produk
Penghimpun Dana
Bank islam
menjalankan fungsi-fungsi financing tersebut adalah dalam kapasitasnya sebagai
mudharib dengan menggunakan dana-dana yang diperoleh dari para nasabah sebagai
shahibul mal, yang menyimpan dan menanamkan dananya pada bank melalui
rekening-rekening yaitu Wadiah atau Prinsip simpanan murni merupakan fasilitas yang
diberikan oleh bank syariah untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang
kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk wadi’ah. Fasilitas wadi‘ah biasa
diberikan untuk tujuan investasi guna
mendapatkan keuntungan seperti halnya giro dan tabungan.
3.
Produk-Produk Jasa
a. Rahn adalah akad menggadaikan barang dari satu
pihak kepada pihak lain, dengan uang sebagai gantinya. Akad ini digunakan
sebagai tambahan pada pembiayaan yang berisiko dan memerlukan jaminan tambahan.
b. Wakalah adalah akad perwakilan antara dua
pihak. Dalam aplikasi perbankan wakalah diterapkan untuk mentransfer dana
nasbah kepada pihak lain.
c.
Kafalah adalah akad jaminan satu pihak kepada
pihak lain.
d. Hawalah adalah akad pemindahan hutang / piutang
suatu pihak kepada pihak lain. Contohnya adalah anjak piutang.
e. Sharf adalah transaksi penukaran antara emas
dengan perak atau pertukaran valuta asing, dimana mata uang asing ditukar
dengan mata uang domestik atau sebaliknya.[3]
C.
Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Di Indonesia, gagasan pendirian bank syariah telah muncul sejak
pertengahan tahun 1970an. Hal ini dibicarakan pada seminar nasional hubungan indonesia – timur tengah pada 1974
dan tahun 1976 dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh lembaga
studi ilmu-ilmu kemasyarakatan (LSIK) dan yayasan Bhineka Tungga Ika. Akan
tetapi, adda beberapa alasan yang menghambat terealisasinya ide ini:
1.
Opearasi
Bank Syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil belum diatur oleh perundang-undangan,
dan karena itu tidak sejalan dengan undang-undang pokok perbankan yang berlaku,
yaitu UU No. 14 Tahun 1967;
2.
Konsep
bank syariah segi politis berkonotasi ideologis karna bagian dari atau
berkaitan dengan konsep negara islam dan karna itu tidak dikehendaki
pemerintah;
3.
Masih
dipertanyakan siapa yang bersedia menaruh modal ventura semacam itu, semantara
pendirian bank baru dari tiur tengah masih dicegah, antar lain kebatasan bank
asing yang ingin membuka kantornya di Indonesia.
Gagasan mengenai kehadiran bank syariah di indonesia muncul kembali
tahun 1988, pada saat pemerintah mengeluarkan paket kebijakan oktober (PAKTO)
yang berisi liberalisasi industri perbankan. Para ulama pada waktu itu berusaha
untuk mendirikan bank bebas bunga, tetapi tidak ada perangkat hukum yang dapat
dirujuk, kecuali perbankan dapat menerapkan bunga sebesar 0%. Setelah adanya
rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua,
Bogor tanggal 19-22 Agustus 1990, yang kemudian dibahas lebih mendalam pada
Musyawarah Nasional (Munas) IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berlangsung
di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, 22-25 Agustus 1990, dibentuk kelompok kerja untuk
mendirikan bank syariah di Indonesia.
Undang-undang yang mengatur kehadiran bank syariah di indonesia
adalah uu no. 7 tahun 1992 tentang perbankan. Undang-undang ini belum secara
eksplisit mengatur mengenai bank syariah, tetapi yang tertera adalah
diperkenakannya kehadiran bank prinsip bagi hasil, serta diikuti dengan
keluarnya praturan pemerintah (PP) No. 72 tahun 1992 tentang bank berdasarkan
prinsip bagi hasil. Perkembangan bank syariah pasca-kehadiran UU No. 7 tahun
1992 masih sangat lambat. Hal ini terlibat dari jumlah bank syariah yang tidak
bertambah semenjak kehadiran bank muamalat indonesia.[4]
Perkembangan perbankan syariah ini tentunya juga harus didukung
oleh sumber daya insani yang memadai, baik dari segi kualitas maupun
kuantitasnya. Namun, realitas yang ada menunjukan bahwa masih banyak sumber
daya insani yang selama ini terlibat di institusi syariah tidak memiliki
pengalaman akademis maupun praktis dalam islamic banking. Tentunya kondisi ini
cukup signifikan memengaruhi produktivitas dan profesionalisme perbankan
syariah itu sendiri. Inilah yang memang harus mendaptkan perhatian dari kita
semua, yakni mencetak sumber daya insani yang mampu mengamalkan ekonomi syariah
di semua lini karna sistem yang baik tidak mungkin dapat berjalan bila tidak
didukung oleh sumber daya insani yang
baik pula.
Di Indonesia, bank syariah yang pertama didirikan pada tahun 1992
adalah Bank muamalat indonesia (BMI). Walaupun perkembangannya agark terlambat
bila dibandingkan dengan negara-negara muslim lainnya, perbankan syariah di
indonesia dengan negara-negara muslim lainnya, perbanyakan syariah di indonesia
akan terus berkembang. Bila pada periode tahun 1992-1998 hanya ada satu unit
bank syariah, maka pada tahun 2005, jumlah bank syariah di indonesia telah
bertambah menjadi 20 unit, yaitu 3 bank umum syariah dan 17 unit usaha syariah.
Sementara itu, jumlah bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) hingga akhir tahun
2004 bertambah menjadi 88 buah.
Berdasarkan data bank indonesia prospek perbankan syariah pada
tahun 2005 diperkirakan cukup baik. Industri perbankan syariah diprediksi masih
akan berkembang dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi. Jika pada posisi
november 2004, volume usaha perbankan syariah telah mencapai 14,0 triliyun
rupiah, dengan tingkat pertumbuhan yang terjadi pada 2004 sebesar 88, 6%,
volume perbankan syariah diakhir tahun 2005 diperkirakan akan mencapai sekitar.
Dengan volume tersebut, diperkirakan industri perbankan nasional dibandingkan
sebesar 1,1% pada akhir tahun 2004. Pertumbuhan volume usaha perbankan syariah
tersebut ditopang oleh rencana pembukaan unit usaha syariah yang baru dan
pembukaan jaringan kantor yang lebih luas. Dana pihak ketika (DPK) diperkirakan
akan mencapai jumlah sekitar 20 triliyun rupiah dengan jumlah pembiayaan
sekitar 21 triliun rupiah disekitar tahun 2005[5].
Bank indonesia merupakan regulator bagi seluruh bank umum dan BPR
di Indonesia, termasuk BUS dan BPR syariah. Sebagai regulator, BI telah
mengupayakan adanya payung hukum bagi berkembangnya bank syariah di Indonesia,
yaitu dengan masuknya istilah prinsip syariah dalam undang-undang Nomor 10 tahun
1998 tentang perbankan. Selanjutnya, BI megupayakan berbagai upaya untuk
mengatasi berbagai berbagai persoalan yang dihadapi bank syariah serta untuk
mengembangkan bank syariah. Dewan syariah nasional (DSN) merupakan bagian dari
MUI yang membuat fatwa terkait produk keuangan syariah.
Adapun DPS adalah badan teafiliasi yang ditempatkan oleh DSN dalam
setiap lembaga keuangan syariah. DPS terdiri dari pakar di bidang syariah yang
memiliki pengetahuan di bidang perbankan. DPS dalam menjalankan tugasnya wajib
mengikuti fatwa DSN.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Secara
kelembagaan, bank islam di Indonesia dibagi menjadi tiga kelompok. Yaitu Bank
Umum Syariah (BUS), unit umum syariah
(UUS) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).
2.
Dalam
pasal 1 undang-undang No. 21 tahun 2008 definisi bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Bank terdiri dari dua jenis yaitu
bank konversional dan bank syariah.
3.
Sistem
keuangan dan perbankan modern telah berusaha memenuhi kebutuhan manusia untuk
mendanai kegiatannya, bukan dengan dananya sendiri, melainkan dengan dana orang
lain, baik dalam bentuk penyertaan (equity financing) maupun dalam bentuk
pinjaman (debt financing).
4.
Di
Indonesia, gagasan pendirian bank syariah telah muncul sejak pertengahan tahun
1970an. Hal ini dibicarakan pada seminar nasional hubungan indonesia – timur tengah pada 1974
dan tahun 1976 dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh lembaga
studi ilmu-ilmu kemasyarakatan (LSIK) dan yayasan Bhineka Tungga Ika.
B.
Saran
Dilihat dari perkembangan bank syariah di indonesia
seharusnya pemerintah lebih mengembangkan lagi bank syariah dan melahirkan
sumber daya manusia yang profesional di bidang bank syariah. Pemerintah juga
harus mensosialisasikan kepada masyarakat tentang kelebihan menggunakan bank
syariah dibandingkan bank konvensional.
Sehingga, bank syariah dapat berkembang baik di Indonesia
untuk tahun mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Hassan, Zubairi. 2009. Undang-undang Perbankan Syariah Titik Temu Hukum Islam dan
Hukum Nasional. Jakarta : Rajawali Pers.
Karim, Adiwarman A. 2004. Bank Islam
Analisis Fiqih Dan Keuangan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Nur Riyanto Al Arif. Muhammad. 2012. Lembaga
Keuangan Syariah. Bandung: CV Pustaka Setia.
Rifai,
Veithzal. 2010. Islamic Banking, Jakarta: Bumi Aksara.