Minggu, 16 Oktober 2016



LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH BANK
Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Bank dan LKS Non Bank
Dosen Pengampu : Anas Malik, M.E.Sy

Description: STAIN Colour.jpg

Disusun Oleh: 
Ahmad Wahyu Novianto       14125236

KELAS B
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
JURUSAN DAK’WAH DAN KOMUNIKASI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO
2016




KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Kami bersyukur kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar.
Terimakasih kepada kedua orang tua dan keluarga kami yang selalu memberikan dukungan dan do’a restu kepada kami. Serta kepada teman-teman kami yang selalu memberikan motivasi.
Dengan dibuatnya makalah ini, kami berharap hal ini dapat membantu  menambah pemahaman kita tentang Lembaga Keuangan Syariah Bank. Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran bagi para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis dan pembaca.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

                                                                                    Metro,   17 Oktober 2016
                       


Penulis




DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah........................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah................................................................................................. 1
C.     Tujuan penulisan................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A.      Jenis Dan Bank Syariah .............................................................................2
B.     Sisdur dan Opersional Bank Umum Syariah............................................... 4
C.     Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia ....................................... 9

BAB III PENUTUP
A.    Simpulan...............................................................................................................13
B.     Saran....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Perbankan Syariah, sebagaimana diulas dalam pasal 3 UU Perbankan Syariah, bertujuan “menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, pemerataan kesejahteraan rakyat. Dalam mencapai tujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, Perbankan Syariah tetap berpegang pada Prinsip Syariah secara menyeluruh (kaffah) dan konsisten (istiqamah)” (Pasal 3 UU Perbankan Syariah dan Penjelasannya).
Perbankan Syariah sebagai salah satu sistem perbankan nasional memerlukan berbagai sarana pendukung agar dapat memberikan kontribusi yang maksimum bagi pengembangan ekonomi nasional.

B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Jenis Dan Bank Syariah?
2.      Seperti Apa Sisdur Dan Operasional Bank Umum Syariah?
3.      Seperti Apa Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia?


C.      Tujuan
1.      Untuk Mengetahui Jenis Dari Bank Syariah.
2.      Untuk Mengetahui Sisdur Dan Opersional Bank Umum Syariah.
3.      Untuk Mengetahui Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia.




BAB II
PEMBAHASAN
A.      Jenis dan Bank Syariah
Secara kelembagaan, bank islam di Indonesia dibagi menjadi tiga kelompok. Yaitu Bank Umum Syariah  (BUS), unit umum syariah (UUS)  dan  Bank Perkreditan Rakyat  Syariah (BPRS). BUS memiliki kelembagaan seperti bank umum konvensional. Sedangkan BPRS memiliki bentuk kelembagaan seoerti bank BPR konvesional. Badan hukum BUS dan BPRS dapat berbentuk Perseroan Terbatas, Perusahaan Daerah atau Koperasi. Sementara itu, UUS bukan merupakan badan hukum tersendiri, tetapi merupakan unit atau bagian dari suatu bank umum konvensional.
1.    Bank Umum Syariah
Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip isalm yang mendalam  kegiatannya menberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BUS merupakan badan usaha yang seara dengan Bank Umum Konvensional dengan bentuk hukum  Perseroan Terbatas, Perusahaan Daerah, atau Koperasi. Seperti halnya bank umum konvensional, BUS dapat berusaha sebagai bentuk devisa atau bank non devisa.

2.      Unit Usaha Syariah
Unit usaha syariah (UUS) adalah unit kerja dikantor pusat bank umum konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dan kantor cabang islam dan atau unit islam. Dalam struktur organisasi, UUS berada satu tingkat dibawah direksi bank umum konvesional yang bersangkutan. UUS dapat berusaha sebagai bank devisa atau bank non devisa. Sebagai unit kerha khusus, UUS mempunyai tugas:
a.       Mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan kantor cabang islam.
b.      Melaksanakan fungsi treasury dalam rangka pengelolaan dan penempatan dana yang bersumber dari kantor  cabang islam.
c.       Menyusun laporan keuangan konsolidasi dari seluruh kantor cabang islam.
d.      Melakukan tugas penatausahaan laporan keuangan kantor cabang islam.[1]

3.      Kegiatan usaha BPRS
Berkaitan dengan BPRS, sebagaimana terlihat dalam pasal 21 UU Perbankan Syariah, kegiatan usaha dapat dilakukan oleh lembaga ini adalah:
a.       Menghimpun dana dari masyarakat dalm bentuk: simpanan berupa tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan investasi berupa deposito atau tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu  berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
b.      Menempatkan dana pada bank syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan akad wadi’ah atau investasi berdasarkan akad mudharabah dan atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
c.       Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah melalui rekening BPRS yang ada di BUS, Bank Umum Konvensional , dan UUS; dan
d.      Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia.[2]

B.       Sisdur dan Operasional Bank Umum Syariah

Dalam pasal 1 undang-undang No. 21 tahun 2008 definisi bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Bank terdiri dari dua jenis yaitu bank konversional dan bank syariah. Bank konvesional adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvesional, yang terdiri atas bank umum konvesional dan bank pengkreditan rakyat (BPR) sedangkan bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang terdiri dari bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS). Prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penerapan fatwa dibidang syariah.
BUS adalah perbankan syariah yang kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran sedangkan BPRS adalah bank syariah yang dalam melaksanakan kegiatan usahanya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Unit usaha (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat. Contoh bank umum syariah diantaranya: PT Bank Syariah Madani, PT Bank Syariah Muamalat Indonesia dan PT Bank Syariah BNI.
Sistem muamalah dalam islam sebagai agama, menurut ajaran yang bersifat universal dan komprehensif. Universal artinya bersifat umum, sedangkan komprehensif adalah mencakup seluruh bidang kehidupan. prinsip al-wadiah (simpanan), al-wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penyimpan menghendakinya.
Bank umum konvensioanal yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, dan unit kerja dikantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dan kantor cabang pembantu dan atau unit syariah. 
Terkait dengan asas operasional bank syariah berdasarkan pasal 2 UU No.21 tahun 2008 disebutkan bahwa perbanyakan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian.  Sedangkan tujuan bank syariah berdasarkan pasal 3 dinyatakan bahwa perbankan syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangun nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
Sistem keuangan dan perbankan modern telah berusaha memenuhi kebutuhan manusia untuk mendanai kegiatannya, bukan dengan dananya sendiri, melainkan dengan dana orang lain, baik dalam bentuk penyertaan (equity financing) maupun dalam bentuk pinjaman (debt financing). Untuk menhindari riba, maka dikonseplah suatu sistem perbankan yang sesuai dengan syariah islam. Maka, dihasilkan konsep perbankan islam. Secara garis besar, hubungan ekonomi berdasarkan syariah ditentukan oleh  hubungan aqad yang terdiri dari lima konsep dasar aqad.
Dalam menjalankan fungsi dan perannya secara umum, pengembangan produk bank syariah yang merupakan sistem operasional bank syariah dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu produk penghimpunan dana, produk penyaluran dana, dan produk jasa.
Bank Indonesia sebagai lembaga penghimpun dana dari pihak yang mensurplus dana, yaitu pihak yang mempercayakan uangnya kepada bank untuk disimpan dan dikelola sesuai dengan prinsip syariah. Yang dimaksud dengan dana adalah dana dari pihak pertama (pemodal dan pemegang saham), dana dari pihak kedua (pinjaman dari bank dan bukan bank, serta dari Bank Indonesia), dan dana dari pihak ketiga (nasabah). Bank syariah sebagai penyalur dana bagi pihak yang membutuhkan berupa jual beli, bagi hasil, pembiayaan, pinjaman, dan investasi khusus. Alokasi penggunaan dana bank syariah pada dasarnya dapat dibagi dalam dua bagian penting dari aktiva bank, yaitu: Erning Asset (aktiva yang menghasilkan) dan Earning Non Asset (aktiva yang tidak menghasikan). Aktiva yang menghasilkan atau Earning Asset adalah asset bank yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan. Asset ini disalurkan dalam bentuk investasi yang terdiri atas: pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan (musyarakah), pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli (al-bai), pembiayaan berdasarkan prinsip sewa (ijaroh). Sementara itu aset bank yang lain adalah aset yang tergolong tidak memberikan penghasilan atau disebut Non Earning Asset adalah: aktiva dalam bentuk tunai (cash asset), pinjaman qord, penanaman dana dalam aktiva tetap dan inventaris (premise and equipment).
Bank syariah sebagai pelayanan jasa kepada nasabah dengan mendapatkan imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara lain al-Sharf, sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta yang lainnya dan al-Ijaroh, jenis kegiatan ini antara lain menyewakan kontan simpanan (safe deposit box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen (costudian). Bank dapat imbalan sewa dari jasa-jasa tersebut.
Islam mempunyai hukum sendiri untuk memenuhi kebutuhan tersebut, yaitu melalui akad-akad bagi hasil (profit and loss sharing), sebagai metoda pemenuhan kebutuhan permodalan (equity financing) dan akad-akad jual-beli (al-ba’i) untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan (debt financing) dengan produk-produk sebagainya.
1.      Produk Pembiayaan
A.  Equity Financing
Ada dua macam kontrak dalam kategori ini yaitu:
1)         Musyarakah
Melalui kontrak ini, dua pihak atau lebih (termasuk bank dan lembaa keuangan bersama nasabahnya) dapat mengumpulkan modal mereka untuk membentuk sebuah perusahaan sebagai sebuah badan hukum (legal entity).
Setiap pihak memiliki bagian secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal mereka dan mempunyai hak mengawasi perusahan sesuai dengan proposinya. Untuk pembagian keuntungan, setiap pihak menerima bagian keuntungan secara proporsional dengan kontribusi modal masing-masing atau sesuai dengan dengan kesepakatan yang telah tentukan sebelumnya. Bila perusahaan mengalami kerugian, maka kerugian itu juga dibebankan secara proporsional kepada masing-masing pemberi modal. Aplikasinya dalam perbankan terlihat pada akad yang diterapkan pada usaha atau proyek dimana bank membiayai sebagian saja dari jumlah kebutuhan investasi atau modal kerjanya. Selebihnya dibiayai sendiri oleh nasabah. Akad ini juga diterapkan pada sindikasi antar bank atau lembangan keuangan.

2)        Mudharabah
Kontrak mudharabah adalah juga merupakan suatu bentuk equity financing, tetapi mempunyai bentuk yang berbeda dengan musyarakah.  Didalam mudharabah, hubungan kontrak bukan antar pemberi modal melainkan antara penyedia dana (Shahibul Maal) dan pengelola (Mudharib). Didalam kontrak mudharabah, seorang mudharib memperoleh modal dari unit ekonomi lainnya untuk tujuan melakukan perdagangan atau perniagaan.

B.  Debt Financing
1)   Prinsip Jual – Beli
Al-Murabahah yaitu kontak jual beli dimana barang yang diperjualbelikan tersebut  diserahkan segera, sedang harga baik pokok maupun margin disepakati bersama atas barang tersebut dibayar dikemudian hari secara sekaligus.
2)   Prinsip Sewa-Beli
Sewa dan sewa beli oleh para ulama, secara bulat dianggp sebagai model pembiayaan yang dibenarkan oleh syariah islam. Model ini secara konvensional dikenal sebagai leasing atau financing leas. Dimana selama pembayaran belum selesai maka dianggap sewa dan jika pembayaran sudah selesai maka diakhiri dengan akad beli atau pemindahan hak milik.

2.    Produk Penghimpun Dana
Bank islam menjalankan fungsi-fungsi financing tersebut adalah dalam kapasitasnya sebagai mudharib dengan menggunakan dana-dana yang diperoleh dari para nasabah sebagai shahibul mal, yang menyimpan dan menanamkan dananya pada bank melalui rekening-rekening yaitu Wadiah atau Prinsip simpanan murni merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank syariah untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk wadi’ah. Fasilitas wadi‘ah biasa diberikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya giro dan tabungan.
3.      Produk-Produk Jasa
a.      Rahn adalah akad menggadaikan barang dari satu pihak kepada pihak lain, dengan uang sebagai gantinya. Akad ini digunakan sebagai tambahan pada pembiayaan yang berisiko dan memerlukan jaminan tambahan.
b.  Wakalah adalah akad perwakilan antara dua pihak. Dalam aplikasi perbankan wakalah diterapkan untuk mentransfer dana nasbah kepada pihak lain.
c.       Kafalah adalah akad jaminan satu pihak kepada pihak lain.
d.     Hawalah adalah akad pemindahan hutang / piutang suatu pihak kepada pihak lain. Contohnya adalah anjak piutang.
e.    Sharf adalah transaksi penukaran antara emas dengan perak atau pertukaran valuta asing, dimana mata uang asing ditukar dengan mata uang domestik atau sebaliknya.[3]
C.      Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Di Indonesia, gagasan pendirian bank syariah telah muncul sejak pertengahan tahun 1970an. Hal ini dibicarakan pada seminar nasional  hubungan indonesia – timur tengah pada 1974 dan tahun 1976 dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh lembaga studi ilmu-ilmu kemasyarakatan (LSIK) dan yayasan Bhineka Tungga Ika. Akan tetapi, adda beberapa alasan yang menghambat terealisasinya ide ini:
1.    Opearasi Bank Syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil belum diatur oleh perundang-undangan, dan karena itu tidak sejalan dengan undang-undang pokok perbankan yang berlaku, yaitu UU No. 14 Tahun 1967;
2.    Konsep bank syariah segi politis berkonotasi ideologis karna bagian dari atau berkaitan dengan konsep negara islam dan karna itu tidak dikehendaki pemerintah;
3.    Masih dipertanyakan siapa yang bersedia menaruh modal ventura semacam itu, semantara pendirian bank baru dari tiur tengah masih dicegah, antar lain kebatasan bank asing yang ingin membuka kantornya di Indonesia.
Gagasan mengenai kehadiran bank syariah di indonesia muncul kembali tahun 1988, pada saat pemerintah mengeluarkan paket kebijakan oktober (PAKTO) yang berisi liberalisasi industri perbankan. Para ulama pada waktu itu berusaha untuk mendirikan bank bebas bunga, tetapi tidak ada perangkat hukum yang dapat dirujuk, kecuali perbankan dapat menerapkan bunga sebesar 0%. Setelah adanya rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor tanggal 19-22 Agustus 1990, yang kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional (Munas) IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, 22-25 Agustus 1990, dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia.
Undang-undang yang mengatur kehadiran bank syariah di indonesia adalah uu no. 7 tahun 1992 tentang perbankan. Undang-undang ini belum secara eksplisit mengatur mengenai bank syariah, tetapi yang tertera adalah diperkenakannya kehadiran bank prinsip bagi hasil, serta diikuti dengan keluarnya praturan pemerintah (PP) No. 72 tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Perkembangan bank syariah pasca-kehadiran UU No. 7 tahun 1992 masih sangat lambat. Hal ini terlibat dari jumlah bank syariah yang tidak bertambah semenjak kehadiran bank muamalat indonesia.[4]
Perkembangan perbankan syariah ini tentunya juga harus didukung oleh sumber daya insani yang memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Namun, realitas yang ada menunjukan bahwa masih banyak sumber daya insani yang selama ini terlibat di institusi syariah tidak memiliki pengalaman akademis maupun praktis dalam islamic banking. Tentunya kondisi ini cukup signifikan memengaruhi produktivitas dan profesionalisme perbankan syariah itu sendiri. Inilah yang memang harus mendaptkan perhatian dari kita semua, yakni mencetak sumber daya insani yang mampu mengamalkan ekonomi syariah di semua lini karna sistem yang baik tidak mungkin dapat berjalan bila tidak didukung oleh sumber daya insani  yang baik pula.
Di Indonesia, bank syariah yang pertama didirikan pada tahun 1992 adalah Bank muamalat indonesia (BMI). Walaupun perkembangannya agark terlambat bila dibandingkan dengan negara-negara muslim lainnya, perbankan syariah di indonesia dengan negara-negara muslim lainnya, perbanyakan syariah di indonesia akan terus berkembang. Bila pada periode tahun 1992-1998 hanya ada satu unit bank syariah, maka pada tahun 2005, jumlah bank syariah di indonesia telah bertambah menjadi 20 unit, yaitu 3 bank umum syariah dan 17 unit usaha syariah. Sementara itu, jumlah bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) hingga akhir tahun 2004 bertambah menjadi 88 buah.
Berdasarkan data bank indonesia prospek perbankan syariah pada tahun 2005 diperkirakan cukup baik. Industri perbankan syariah diprediksi masih akan berkembang dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi. Jika pada posisi november 2004, volume usaha perbankan syariah telah mencapai 14,0 triliyun rupiah, dengan tingkat pertumbuhan yang terjadi pada 2004 sebesar 88, 6%, volume perbankan syariah diakhir tahun 2005 diperkirakan akan mencapai sekitar. Dengan volume tersebut, diperkirakan industri perbankan nasional dibandingkan sebesar 1,1% pada akhir tahun 2004. Pertumbuhan volume usaha perbankan syariah tersebut ditopang oleh rencana pembukaan unit usaha syariah yang baru dan pembukaan jaringan kantor yang lebih luas. Dana pihak ketika (DPK) diperkirakan akan mencapai jumlah sekitar 20 triliyun rupiah dengan jumlah pembiayaan sekitar 21 triliun rupiah disekitar tahun 2005[5].
Bank indonesia merupakan regulator bagi seluruh bank umum dan BPR di Indonesia, termasuk BUS dan BPR syariah. Sebagai regulator, BI telah mengupayakan adanya payung hukum bagi berkembangnya bank syariah di Indonesia, yaitu dengan masuknya istilah prinsip syariah dalam undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan. Selanjutnya, BI megupayakan berbagai upaya untuk mengatasi berbagai berbagai persoalan yang dihadapi bank syariah serta untuk mengembangkan bank syariah. Dewan syariah nasional (DSN) merupakan bagian dari MUI yang membuat fatwa terkait produk keuangan syariah.
Adapun DPS adalah badan teafiliasi yang ditempatkan oleh DSN dalam setiap lembaga keuangan syariah. DPS terdiri dari pakar di bidang syariah yang memiliki pengetahuan di bidang perbankan. DPS dalam menjalankan tugasnya wajib mengikuti fatwa DSN.



BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
1.      Secara kelembagaan, bank islam di Indonesia dibagi menjadi tiga kelompok. Yaitu Bank Umum Syariah  (BUS), unit umum syariah (UUS)  dan  Bank Perkreditan Rakyat  Syariah (BPRS).
2.      Dalam pasal 1 undang-undang No. 21 tahun 2008 definisi bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Bank terdiri dari dua jenis yaitu bank konversional dan bank syariah.
3.      Sistem keuangan dan perbankan modern telah berusaha memenuhi kebutuhan manusia untuk mendanai kegiatannya, bukan dengan dananya sendiri, melainkan dengan dana orang lain, baik dalam bentuk penyertaan (equity financing) maupun dalam bentuk pinjaman (debt financing).
4.      Di Indonesia, gagasan pendirian bank syariah telah muncul sejak pertengahan tahun 1970an. Hal ini dibicarakan pada seminar nasional  hubungan indonesia – timur tengah pada 1974 dan tahun 1976 dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh lembaga studi ilmu-ilmu kemasyarakatan (LSIK) dan yayasan Bhineka Tungga Ika.

B.       Saran
Dilihat dari perkembangan bank syariah di indonesia seharusnya pemerintah lebih mengembangkan lagi bank syariah dan melahirkan sumber daya manusia yang profesional di bidang bank syariah. Pemerintah juga harus mensosialisasikan kepada masyarakat tentang kelebihan menggunakan bank syariah dibandingkan bank konvensional.
Sehingga, bank syariah dapat berkembang baik di Indonesia untuk tahun mendatang.

 
 DAFTAR PUSTAKA

Hassan, Zubairi. 2009. Undang-undang  Perbankan Syariah Titik Temu Hukum Islam dan Hukum Nasional. Jakarta : Rajawali Pers.
Karim, Adiwarman A. 2004. Bank Islam Analisis Fiqih Dan Keuangan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Nur Riyanto Al Arif. Muhammad. 2012. Lembaga Keuangan Syariah. Bandung: CV Pustaka Setia.
Rifai, Veithzal. 2010. Islamic Banking, Jakarta: Bumi Aksara.